Layanan cuaca dan iklim Inggris, The Meteorological Office, baru-baru ini melaporkan peningkatan emisi karbon dioksida (CO2) yang sangat signifikan sepanjang tahun 2024. Peningkatan ini bertentangan dengan tujuan global untuk membatasi kenaikan suhu Bumi hingga 1,5 derajat Celsius, sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Paris. Pengukuran yang dilakukan di Mauna Loa, Hawaii, menunjukkan kenaikan karbon dioksida sebanyak 3,58 parts per million (ppm), yang melampaui prediksi sebelumnya yang hanya memperkirakan 2,84 ppm.
Angka ini sangat mencemaskan, mengingat untuk menjaga suhu Bumi agar tidak melebihi 1,5 derajat Celsius, pelepasan CO2 ke atmosfer seharusnya tidak lebih dari 1,8 ppm per tahun. Data yang diperoleh juga menunjukkan bahwa emisi karbon dioksida meningkat di hampir seluruh belahan dunia, menandakan bahwa masalah ini bersifat global.
Ada beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap lonjakan emisi karbon dioksida tahun ini. Pertama adalah konsumsi bahan bakar fosil yang masih sangat tinggi. Kedua, kebakaran hutan dan lahan yang meluas, serta ketiga, kerusakan ekosistem yang melemahkan kemampuan alam untuk menyerap karbon. Faktor El Nino juga berperan dalam meningkatkan suhu global dan memperburuk kebakaran hutan, yang turut menyumbang pada pelepasan gas rumah kaca lebih banyak ke atmosfer.
Profesor Richard Betts dari The Meteorological Office menegaskan bahwa tren pemanasan global yang terus meningkat kemungkinan besar akan berlangsung dalam jangka panjang. “Karbon dioksida yang terus menumpuk di atmosfer akan membuat suhu Bumi terus naik,” ungkap Betts dalam sebuah wawancara pada Jumat (17/1/2025). Namun, ia juga memprediksi bahwa tahun 2025 akan menjadi tahun yang lebih dingin dibandingkan 2024, berkat fenomena La Nina, yang diperkirakan akan memperlambat laju penambahan CO2 ke atmosfer.
Meskipun demikian, Betts menekankan bahwa untuk menghentikan pemanasan global, pengurangan gas rumah kaca di atmosfer harus segera dilakukan. “Tidak hanya harus dihentikan, tetapi jumlah gas rumah kaca harus mulai berkurang,” jelasnya.
2024 juga tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah pencatatan suhu Bumi. Menurut Copernicus Climate Change Service (C3S), suhu rata-rata global tahun ini tercatat mencapai 15,10 derajat Celsius, 0,72 derajat lebih tinggi dibandingkan rata-rata periode 1991-2020. Ini menjadikannya tahun terpanas yang pernah tercatat, bahkan mengalahkan rekor tahun 2023.
Carlo Buontempo, Direktur C3S, menyebutkan bahwa kenaikan suhu global yang melampaui ambang batas 1,5 derajat Celsius ini tidak lepas dari pengaruh aktivitas manusia. Ia mengingatkan bahwa perubahan iklim akibat ulah manusia merupakan penyebab utama dari pemanasan global yang terjadi saat ini.
“Masa depan iklim kita ada di tangan kita. Tindakan cepat dan tegas masih bisa mengubah arah perubahan iklim di masa depan,” ujar Buontempo. Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) juga mengonfirmasi bahwa 2024 adalah tahun terpanas yang pernah tercatat, dengan suhu rata-rata permukaan global 1,55 derajat Celsius lebih tinggi dibandingkan masa pra-industri pada 1850-1900.
Tantangan besar kini ada di depan mata. Untuk menghadapi ancaman perubahan iklim yang semakin nyata, dunia harus segera mengambil langkah konkret untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mempercepat transisi ke energi bersih.