Jakarta – Mobil Toyota Camry dengan nomor registrasi B 8351 WB ditemukan terparkir di Thamrin Residence, Jakarta Pusat, setelah bertahun-tahun tidak bergerak. Mobil ini milik Harun Masiku, seorang buronan KPK terkait kasus suap dalam pergantian antarwaktu anggota DPR RI.
“Di dalam mobil tersebut terdapat dokumen terkait Harun Masiku,” kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, saat memberikan keterangan di Bogor, Jawa Barat.
Harun Masiku telah masuk daftar pencarian orang (DPO) KPK sejak 20 Januari 2020 dan hingga kini belum tertangkap. Kasus ini melibatkan empat orang sebagai tersangka, termasuk Harun Masiku.
Penemuan mobil tersebut memicu kritik dari berbagai pengamat anti-korupsi terhadap KPK. Berikut adalah beberapa kritik yang disampaikan:
1. Komentar Mantan Penyidik KPK
Yudi Purnomo Harahap, mantan penyidik KPK, menyatakan bahwa penemuan mobil ini tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap usaha penangkapan Harun Masiku. Ia menilai bahwa penemuan mobil yang sudah lama tidak digunakan mungkin tidak akan mempercepat proses penangkapan.
“KPK harus berani menaikkan status kasus dan menetapkan tersangka bagi mereka yang menghalangi proses penyidikan,” tambah Yudi.
2. Pandangan dari MAKI
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) berpendapat bahwa KPK tampak tidak serius setelah mengungkap penemuan mobil Harun Masiku. Menurut MAKI, penemuan ini adalah isu lama yang kini hanya dipublikasikan kembali oleh KPK. “Masalah mobil ini sebenarnya sudah lama diketahui, termasuk lokasi parkirnya. Penemuan ini sepertinya hanya upaya untuk menciptakan berita,” ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman. “KPK seolah-olah hanya mencari perhatian tanpa kemajuan nyata.” Boyamin juga mengkritik KPK karena dianggap tidak serius dalam usaha penangkapan Harun Masiku dan menyebut pengumuman ini sebagai upaya untuk menutupi kurangnya kemajuan dalam kasus tersebut.
3. Tanggapan dari ICW
Indonesia Corruption Watch (ICW) berpendapat bahwa lamanya penanganan kasus Harun Masiku bukan disebabkan oleh keterampilan Harun dalam melarikan diri, tetapi karena KPK sepertinya tidak ingin menangkapnya.
“Kami semakin yakin bahwa masalah dalam penanganan kasus Harun Masiku adalah karena KPK tampaknya sengaja menghindari penangkapan. Empat tahun pencarian adalah waktu yang sangat lama,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.
Kurnia mengusulkan agar pimpinan KPK dan Dewan Pengawas melakukan audit mendalam terhadap jajaran Deputi Penindakan untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang ada. Ia juga meminta KPK untuk menyelidiki kemungkinan keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus suap dan pelarian Harun Masiku.