Pemerintah Mesir secara tegas membantah laporan media Israel yang menyebutkan kesiapan Kairo menerima hingga 500.000 warga Palestina yang direlokasi ke Sinai Utara sebagai bagian dari rekonstruksi Jalur Gaza. Dalam pernyataan resmi yang dirilis oleh Dinas Penerangan Negara (SIS) pada Jumat, Mesir menolak sepenuhnya klaim tersebut dan menegaskan bahwa informasi tersebut tidak sesuai dengan sikap konsisten Mesir sejak awal agresi Israel ke Gaza pada Oktober 2023.
Kairo menegaskan penolakannya terhadap segala bentuk pemindahan warga Palestina, baik secara sukarela maupun paksa, ke luar Gaza, khususnya ke wilayah Mesir. Pemerintah Mesir menilai bahwa skenario relokasi tersebut berpotensi mengancam perjuangan Palestina serta membahayakan keamanan nasional Mesir. Pernyataan ini juga mempertegas komitmen Mesir dalam mendukung hak rakyat Palestina untuk tetap tinggal di tanah mereka sendiri.
Selain itu, SIS menyoroti upaya diplomatik yang dilakukan Mesir, termasuk dalam KTT Arab pada 4 Maret lalu, yang menegaskan pentingnya rekonstruksi Gaza tanpa mengorbankan hak warga Palestina untuk tetap berada di wilayah mereka. Rencana rekonstruksi yang diusulkan Kairo juga mendapat dukungan penuh dari negara-negara peserta KTT.
Sementara itu, serangan udara Israel sejak Selasa (18/3) telah menewaskan lebih dari 700 warga Palestina dan melukai sekitar 900 orang lainnya, mengakhiri gencatan senjata yang berlangsung sejak 19 Januari 2025. Secara keseluruhan, lebih dari 50.000 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak, telah menjadi korban sejak agresi Israel dimulai pada Oktober 2023, dengan lebih dari 112.000 orang lainnya mengalami luka-luka.
Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang di Gaza. Selain itu, Israel juga menghadapi tuntutan di Mahkamah Internasional (ICJ) atas dugaan genosida di wilayah tersebut.