Misteri Pagar Laut 30,16 Km di Tangerang: Apa Tujuannya dan Siapa yang Bertanggung Jawab?

https://trimtechketoacvgummies.com

Tangerang – Sebuah pagar laut sepanjang 30,16 kilometer kini membentang di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji. Pagar yang terbuat dari bambu ini memiliki tinggi rata-rata 6 meter dan dilengkapi dengan anyaman bambu, paranet, serta pemberat berupa karung berisi pasir. Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti, struktur pagar laut ini dirancang untuk berbagai tujuan, termasuk untuk pembentukan zona-zona tertentu seperti zona pelabuhan, perikanan tangkap, dan pariwisata.

Pagar laut tersebut terbentang di 16 desa yang tersebar di enam kecamatan, yaitu Kecamatan Kronjo, Kemiri, Mauk, Sukadiri, Pakuhaji, dan Teluknaga. Eli menjelaskan bahwa kawasan ini juga mencakup wilayah yang akan dikelola untuk waduk lepas pantai, yang rencananya akan diinisiasi oleh Bappenas. Di kawasan ini, terdapat sekitar 3.888 nelayan dan 502 pembudi daya yang aktif mencari nafkah di sektor perikanan.

Keberadaan pagar laut ini pertama kali diketahui oleh pihak DKP pada 14 Agustus 2024, dan langsung dilakukan tinjauan ke lapangan pada 19 Agustus 2024. Pada awalnya, panjang pagar yang terpasang hanya sekitar 7 km, namun dalam pemeriksaan lebih lanjut pada September 2024, panjangnya sudah mencapai 30 km. Aktivitas pemagaran ini ternyata belum memiliki izin atau rekomendasi dari pemerintah setempat, baik camat maupun kepala desa.

Pada 5 September 2024, pihak DKP Banten bersama tim gabungan, termasuk Polsus dari PSDKP KKP, melakukan investigasi dan mendapati bahwa belum ada keluhan dari masyarakat setempat terkait aktivitas tersebut. Namun, pada 18 September 2024, DKP Banten bersama Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) dan Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang kembali meminta agar kegiatan pemagaran dihentikan sementara, mengingat belum ada izin yang jelas.

Eli menegaskan bahwa pihaknya akan terus berkoordinasi dengan berbagai instansi terkait, seperti TNI Angkatan Laut, Polairut, PUPR, serta Satpol-PP untuk menangani permasalahan ini. Sementara itu, Rasman Manafii, perwakilan dari Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI), mengingatkan bahwa setiap penggunaan ruang laut yang berlangsung lebih dari 30 hari wajib mengantongi izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Jika pemagaran ini dilakukan tanpa izin tersebut, maka kegiatan ini dapat dikategorikan sebagai malaadministrasi.

Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan dan regulasi yang ketat terhadap pemanfaatan ruang laut, terutama yang melibatkan ekosistem pesisir dan perikanan. Pemerintah daerah dan instansi terkait diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan ini secara cepat dan tepat guna demi kesejahteraan masyarakat pesisir yang bergantung pada sumber daya alam laut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *