Seorang pengunjung Djakarta Warehouse Project (DWP) asal Malaysia mengalami kejadian tak mengenakkan setelah ditahan oleh pihak Polda Metro Jaya pada akhir pekan lalu. Kejadian ini terungkap melalui pengaduan orangtua korban yang menghubungi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, yang khawatir karena anaknya belum pulang usai menonton festival musik DWP 2024 di Jakarta.
Menurut penjelasan petugas layanan pengaduan Atase Polri KBRI Kuala Lumpur, pihak orangtua korban melaporkan bahwa anak mereka ditahan oleh aparat di Polda Metro Jaya dan diminta untuk membayar uang tebusan sekitar Rp 100 juta. Menanggapi laporan tersebut, Atase Polri segera berkoordinasi dengan pihak Polda Metro Jaya dan berhasil menghubungi korban.
“Setelah melakukan koordinasi, korban akhirnya dilepaskan dan bisa kembali ke Malaysia tanpa perlu membayar apapun,” ujar petugas Atase Polri dalam pesan tertulisnya pada Sabtu (28/12/2024).
Namun, petugas belum dapat memberikan keterangan lebih lanjut mengenai durasi penahanan atau alasan di balik penahanan tersebut. Mereka juga menegaskan bahwa informasi yang dapat disampaikan ke publik terbatas. KBRI Kuala Lumpur menyampaikan kepada masyarakat Malaysia yang mungkin menjadi korban atau menyaksikan tindakan pemerasan serupa untuk segera melapor melalui saluran pengaduan yang tersedia.
Pemerasan ini terjadi di tengah berlangsungnya acara DWP 2024 yang diadakan di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta Pusat, pada 13-15 Desember 2024. Kejadian ini melibatkan 18 anggota kepolisian dari berbagai unit, termasuk Polsek Kemayoran, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polda Metro Jaya, yang kini telah ditempatkan dalam status khusus (patsus) sembari menunggu proses sidang kode etik.
Berdasarkan hasil penyelidikan, aparat kepolisian menemukan bukti pemerasan yang totalnya mencapai Rp 2,5 miliar. Sebagai tindak lanjut, 34 anggota kepolisian lainnya yang terlibat dalam kasus ini juga telah dimutasi untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto mengeluarkan surat telegram resmi yang mencantumkan mutasi para anggota yang diduga terlibat dalam tindakan pemerasan tersebut.
Kasus ini menambah panjang deretan insiden yang merusak citra aparat kepolisian, terutama di tengah hiruk-pikuk acara besar yang melibatkan banyak pengunjung domestik maupun internasional.