Gaza di Ambang Krisis: UNRWA Serukan Penghentian Blokade dan Akses Bantuan Kemanusiaan

Situasi kemanusiaan di Jalur Gaza semakin hari semakin memburuk akibat blokade berkepanjangan yang diberlakukan oleh Israel. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) pada Minggu (6/4) menyampaikan peringatan serius bahwa stok bantuan kemanusiaan dan logistik penting lainnya mulai menipis secara drastis. Dalam pernyataan resminya, UNRWA mengungkapkan bahwa selama lebih dari satu bulan terakhir, Israel melarang masuknya bantuan kemanusiaan maupun pasokan komersial ke wilayah Gaza, yang membuat kondisi kehidupan warga sipil di sana semakin terpuruk.

UNRWA menambahkan bahwa tim mereka masih berusaha menyalurkan bantuan dengan memanfaatkan sisa-sisa logistik yang tersedia, namun kenyataannya, persediaan kebutuhan dasar seperti makanan, air bersih, dan obat-obatan kini berada pada titik kritis. Situasi ini menimbulkan keprihatinan besar terhadap nasib jutaan warga Gaza, terutama anak-anak, lansia, dan kelompok rentan lainnya, yang selama ini menggantungkan hidup pada bantuan luar.

Dalam seruan terbuka, UNRWA mendesak agar Israel segera menghentikan pengepungan dan membuka kembali jalur akses kemanusiaan menuju Gaza. Mereka menekankan bahwa pembatasan ini tidak hanya melanggar nilai-nilai kemanusiaan, tetapi juga berpotensi menyebabkan bencana kemanusiaan yang lebih luas, termasuk meningkatnya angka kelaparan, penyebaran penyakit, serta keruntuhan sistem kesehatan dan sanitasi.

UNRWA juga meminta perhatian serius dari komunitas internasional untuk tidak tinggal diam dan segera mengambil langkah konkret dalam menekan Israel agar mematuhi kewajiban hukumnya terhadap penduduk sipil di wilayah pendudukan. Diharapkan, tekanan global yang kuat dapat membawa perubahan nyata demi keselamatan dan martabat jutaan nyawa yang kini berada dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan.

Tim Penyelamat Yunnan Tiba di Myanmar, Bantu Evakuasi Korban Gempa 7,7 Magnitudo

Tim penyelamat dari Provinsi Yunnan, China, tiba di Yangon, Myanmar, pada Sabtu (29/3) pagi setelah gempa bumi berkekuatan 7,7 magnitudo mengguncang negara tersebut sehari sebelumnya. Bencana ini mengakibatkan 144 orang tewas dan 732 lainnya terluka, serta merusak banyak bangunan di berbagai wilayah terdampak. Situasi darurat ini membuat pemerintah Myanmar meminta bantuan dari komunitas internasional untuk mempercepat upaya penyelamatan dan pemulihan.

Sebanyak 37 anggota tim penyelamat dikirim dari China dengan membawa peralatan canggih, seperti detektor kehidupan, sistem peringatan dini gempa, serta drone guna mempercepat proses pencarian korban. Tim ini berangkat dari Bandara Internasional Kunming Changshui di Yunnan sekitar pukul 06.00 pagi dan segera bergabung dengan tim penyelamat lokal begitu tiba di Myanmar. Kehadiran mereka diharapkan dapat membantu mengevakuasi korban yang masih terjebak di reruntuhan serta memberikan pertolongan pertama bagi warga yang membutuhkan.

Sementara itu, pemerintah Myanmar terus berupaya menyalurkan bantuan bagi para penyintas dan memulihkan infrastruktur yang rusak akibat gempa. Jenderal Min Aung Hlaing, Ketua Dewan Administrasi Negara Myanmar, telah menyerukan bantuan dari berbagai negara untuk mendukung proses rehabilitasi. Hingga kini, operasi pencarian dan distribusi bantuan masih berlangsung, dengan fokus utama pada daerah yang mengalami dampak paling parah. Meskipun tantangan di lapangan cukup besar, kerja sama antara tim penyelamat lokal dan internasional terus dilakukan untuk memastikan pemulihan berjalan dengan cepat dan efektif.

Menhan Prabowo Subianto Bertemu Presiden Vietnam, Komitmen Indonesia untuk Bantu Korban Topan Yagi

Jakarta – Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Prabowo Subianto, melakukan pertemuan dengan Presiden Vietnam, Tô Lâm, di Hanoi pada hari Sabtu. Pertemuan ini merupakan bagian dari kunjungan resmi Prabowo ke negara-negara Asia Tenggara.

Dalam kesempatan tersebut, Prabowo Subianto menyatakan kesiapan Indonesia untuk memberikan bantuan kepada Vietnam dalam menangani dampak Topan Yagi. “Indonesia siap memberikan dukungan dalam bentuk apa pun yang diperlukan. Kami berharap masyarakat yang terkena dampak bencana ini diberi kekuatan untuk segera memulai proses pemulihan,” ungkap Prabowo dalam pernyataannya, yang dikutip dari siaran resmi Kementerian Pertahanan Republik Indonesia di Jakarta.

Topan Yagi, yang melanda wilayah utara Vietnam termasuk Hanoi dari tanggal 7 hingga 12 September 2024, tercatat sebagai salah satu badai terkuat dalam tiga dekade terakhir, dengan kecepatan angin mencapai hampir 150 kilometer per jam. Menurut laporan terbaru, topan ini telah menewaskan 199 orang, melukai 800 orang, dan menyebabkan 128 orang hilang. Banyak infrastruktur penting, termasuk bangunan dan jembatan, mengalami kerusakan parah akibat bencana ini.

Sebagai bentuk kepedulian, Prabowo juga menyampaikan simpati dan belasungkawa dari pemerintah serta rakyat Indonesia kepada Presiden Tô Lâm. “Kami menyampaikan rasa duka cita mendalam atas korban jiwa dan kerusakan yang disebabkan oleh Topan Yagi di Vietnam,” tambahnya.

Selama kunjungan tersebut, Prabowo didampingi oleh Duta Besar RI untuk Vietnam, Denny Abdi, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sugiono, dan Atase Pertahanan RI di Vietnam, Kolonel Laut (P) Dian Tri Hutanto. Presiden Vietnam turut didampingi oleh beberapa pejabat senior, termasuk Menteri Luar Negeri Bùi Thanh Sơn, Menteri Kantor Kepresidenan Lê Khánh Hải, Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nguyễn Hồng Diên, Wakil Menteri Pertahanan Lê Huy Vịnh, Wakil Menteri Keamanan Publik Lê Quốc Hùng, dan Duta Besar Vietnam untuk Indonesia, Tạ Văn Thông.

Prabowo tiba di Bandara Internasional Noi Bai, Hanoi, pada Jumat sore, dan disambut oleh Wakil Menteri Luar Negeri Vietnam, Do Hung Viet, serta sejumlah pejabat penting lainnya. Selain pertemuan dengan Presiden Vietnam, Prabowo juga dijadwalkan untuk bertemu dengan Ketua Majelis Nasional Vietnam, Tran Thanh Man, dan Perdana Menteri Pham Minh Chinh pada hari Sabtu.