Polemik Pagar Laut, DPR Desak Tim Investigasi Didirikan

Anggota Komisi IV DPR, Arif Rahman, mengusulkan pembentukan tim investigasi yang akan menyelidiki pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir utara Kabupaten Tangerang, Banten. Pagar laut ini menjadi sorotan publik setelah ditemukan di wilayah Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) yang diduga dibangun tanpa izin yang jelas.

Dalam pernyataannya, Arif menyatakan bahwa dia mendukung penuh langkah Presiden Prabowo Subianto yang telah memerintahkan untuk mencabut pagar tersebut. Namun, Arif juga menekankan pentingnya untuk mengungkap siapa yang berada di balik proyek yang kontroversial ini. “Saya sangat mendukung langkah Presiden Prabowo untuk mencabut pagar bambu laut di PIK 2. Namun, yang lebih penting adalah membentuk Tim Investigasi untuk mengungkap siapa pemilik dan pelaku yang bertanggung jawab,” ungkap Arif Rahman pada Jumat (17/1).

Politikus Partai NasDem ini menambahkan bahwa tindakan tersebut harus diikuti dengan evaluasi terhadap kinerja kementerian terkait, terutama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yang dipimpin oleh Wahyu Sakti Trenggono. Arif percaya bahwa pembangunan pagar laut sepanjang itu tidak mungkin terjadi dalam waktu singkat, sehingga diduga proyek ini sudah berlangsung lama tanpa ada pengawasan yang memadai. “Pagar laut ini tidak bisa dibangun hanya dalam semalam. Ada indikasi bahwa proyek ini sudah lama berjalan, namun tidak ada tindakan nyata dari pemerintah, meskipun masyarakat sudah melaporkan hal tersebut,” jelasnya.

Arif juga menyoroti kemungkinan bahwa proyek pagar laut ini dilakukan oleh pihak pengembang PIK 2. Jika hal ini terbukti, dia meminta pemerintah untuk menindak tegas sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Bahkan, Arif menyarankan agar proyek ini dievaluasi apakah sesuai dengan kriteria Proyek Strategis Nasional (PSN) jika terbukti melanggar ketentuan yang ada.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani, menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui untuk menyegel dan mencabut pagar laut tersebut. Menurut Muzani, langkah itu merupakan respons atas kontroversi yang muncul terkait proyek pagar laut yang ramai diperbincangkan. “Presiden Prabowo sudah setuju agar pagar laut itu disegel, dan yang lebih penting lagi, beliau memerintahkan agar pagar tersebut segera dicabut dan diselidiki lebih lanjut,” kata Muzani saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu (15/1).

Kontroversi mengenai pagar laut ini semakin memanas, mengingat proyek tersebut menimbulkan sejumlah pertanyaan terkait izin lingkungan dan dampaknya terhadap ekosistem pesisir. Pihak berwenang diminta untuk segera melakukan langkah konkrit dalam menyelesaikan masalah ini agar tidak menimbulkan keresahan lebih lanjut di masyarakat.

PAW Anggota DPR Dinilai Merusak Demokrasi: Analisis dan Implikasinya

Jakarta – Pergantian Antar-Waktu (PAW) anggota DPR RI yang maju dalam Pilkada atau ditunjuk sebagai pejabat negara dinilai merusak prinsip demokrasi. Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai fenomena ini mencerminkan lemahnya konsistensi partai politik dalam menjaga integritas lembaga legislatif.

Peneliti Formappi, Lucius Karus, mengungkapkan bahwa sebanyak 45 anggota DPR RI periode 2024–2029 telah mengalami PAW. Dari jumlah tersebut, sebagian besar mundur untuk mengikuti Pilkada 2024 atau menerima posisi di kabinet pemerintahan yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto.

“Partai politik terlihat tidak konsisten. Mereka mendorong kader yang seharusnya fokus sebagai legislatif justru dialihkan menjadi eksekutif. Padahal, tugas masing-masing seharusnya dipisahkan secara jelas,” kata Lucius dalam konferensi pers di kantor Formappi, Jakarta, Minggu (8/12/2024).

Distribusi PAW Berdasarkan Fraksi

Menurut data yang dihimpun Formappi, 45 anggota DPR RI yang mengalami PAW berasal dari berbagai fraksi, dengan rincian sebagai berikut:

  • 10 orang dari Fraksi Golkar
  • 9 orang dari Fraksi PDI Perjuangan
  • 9 orang dari Fraksi Gerindra
  • 6 orang dari Fraksi NasDem
  • 6 orang dari Fraksi PKB
  • 4 orang dari Fraksi Demokrat
  • 1 orang dari Fraksi PKS

Dari jumlah tersebut, 27 anggota mengundurkan diri untuk maju dalam Pilkada 2024, 8 anggota menerima jabatan sebagai menteri, wakil menteri, atau pejabat negara lainnya, sementara 6 anggota mundur karena alasan pribadi. Selain itu, 3 anggota meninggal dunia.

Implikasi PAW terhadap Demokrasi

Lucius menyoroti bahwa fenomena PAW ini menunjukkan posisi sebagai legislator tidak lagi menjadi prioritas utama bagi beberapa anggota. DPR seringkali hanya dipandang sebagai batu loncatan menuju jabatan lain di eksekutif.

“Fenomena ini mencederai kepercayaan rakyat. Pilihan rakyat dalam pemilu menjadi terabaikan karena kader favorit partai menggantikan posisi yang seharusnya diisi oleh orang-orang yang terpilih secara langsung,” tegasnya.

Formappi juga menilai bahwa PAW yang masif ini mendegradasi posisi DPR sebagai lembaga legislatif yang seharusnya setara dengan eksekutif.

Kritik terhadap Partai Politik

Lucius menekankan perlunya partai politik untuk memiliki strategi yang jelas dalam menempatkan kader mereka. “Partai harus memastikan bahwa kader yang ditempatkan di legislatif benar-benar serius menjalankan tugasnya. Jangan sampai PAW hanya menjadi alat politik yang merugikan rakyat,” tambahnya.

Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa praktik PAW ini menyerupai sistem pemilu tertutup, di mana partai memiliki kendali penuh untuk mengganti anggota legislatif tanpa melibatkan rakyat secara langsung.

Rekomendasi untuk Perbaikan Sistem

Untuk mengatasi masalah ini, Formappi mengusulkan beberapa langkah:

  1. Penguatan Regulasi PAW: Membatasi alasan PAW untuk menjaga stabilitas keanggotaan DPR RI.
  2. Transparansi Partai: Partai politik harus lebih terbuka dalam menentukan kader yang akan maju di legislatif maupun eksekutif.
  3. Pendidikan Politik: Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya integritas legislatif dalam sistem demokrasi.

Fenomena PAW yang terjadi saat ini menjadi tantangan besar bagi sistem demokrasi Indonesia. Diperlukan langkah konkret untuk memastikan bahwa suara rakyat tetap menjadi prioritas utama dalam proses pemilu dan keanggotaan legislatif.