Dewan Keamanan PBB Kecam Kekerasan di Suriah, Serukan Perlindungan Warga Sipil

Dewan Keamanan PBB secara bulat mengecam eskalasi kekerasan di Suriah, terutama di Provinsi Latakia dan Tartus. Pernyataan resmi yang disetujui melalui prosedur diam ini menandakan bahwa tidak ada negara anggota yang mengajukan keberatan. Dokumen tersebut dijadwalkan untuk diadopsi secara resmi dalam sidang pada Jumat pagi waktu setempat.

Dalam pernyataannya, Dewan Keamanan menyoroti meningkatnya serangan yang telah menewaskan ratusan warga sipil sejak 6 Maret. Mereka mengutuk keras aksi pembantaian yang menargetkan komunitas Alawite, serta serangan terhadap infrastruktur sipil yang berpotensi memperburuk ketegangan antar kelompok di Suriah. Dewan juga menyerukan kepada otoritas sementara Suriah agar bertanggung jawab dalam menjamin keselamatan seluruh warga, tanpa memandang latar belakang suku atau agama.

Ketegangan di wilayah pesisir Suriah terus meningkat seiring bentrokan antara pasukan keamanan pemerintah dan kelompok pemberontak bersenjata. Berdasarkan data terbaru dari Observatorium HAM Suriah, jumlah korban tewas telah mencapai lebih dari 1.383 orang, dengan sebagian besar berasal dari komunitas Alawite. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran di tingkat internasional terkait kemungkinan eskalasi lebih lanjut yang dapat memperburuk krisis di Suriah.

Sejumlah negara anggota PBB mendesak adanya langkah konkret untuk meredakan ketegangan dan mencari solusi diplomatik guna mengakhiri kekerasan yang terus berlanjut. Namun, hingga kini belum ada langkah signifikan yang disepakati untuk menghentikan pertempuran. Masyarakat internasional berharap pernyataan Dewan Keamanan ini dapat menjadi pijakan awal menuju proses perdamaian yang lebih stabil bagi Suriah.

Suriah Memohon PBB Cabut Label Teroris untuk Memulai Pemulihan Pasca-Konflik

Pada 23 Desember 2024, Suriah mengajukan permohonan resmi kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menghapuskan label “negara teroris” yang masih tersemat pada mereka. Permintaan ini diajukan setelah bertahun-tahun mengalami konflik internal yang berkepanjangan, yang mengarah pada perang saudara yang merusak dan memengaruhi kestabilan kawasan.

Perang saudara di Suriah dimulai pada 2011 sebagai bagian dari protes yang melanda negara-negara Arab dalam gelombang yang dikenal sebagai Arab Spring. Konflik ini berujung pada perpecahan besar di Suriah, di mana berbagai kelompok oposisi dan kelompok teroris menguasai sebagian besar wilayah, sementara pemerintah yang dipimpin oleh Bashar al-Assad berusaha mempertahankan kekuasaannya. Sebagai dampaknya, lebih dari 500.000 nyawa melayang dan jutaan orang lainnya terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka.

Melalui permintaan tersebut, pemerintah Suriah menekankan bahwa penghapusan status teroris sangat penting untuk proses pemulihan negara. Mereka berharap langkah ini dapat mempercepat rekonsiliasi dengan kelompok-kelompok oposisi yang masih bertahan, serta memperlancar pemulihan ekonomi yang sedang terpuruk. Suriah juga berharap untuk mendapatkan akses yang lebih besar terhadap bantuan internasional tanpa hambatan politik yang ada.

PBB, yang telah terlibat dalam berbagai upaya untuk mengakhiri konflik di Suriah, menyatakan akan menilai permintaan ini dengan cermat. Beberapa negara anggota, terutama yang memiliki keterlibatan langsung dalam konflik, kemungkinan akan mempertimbangkan pertimbangan politik dan kemanusiaan dalam mengambil keputusan.