Komite Politik Nasional Partai Buruh mengecam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yang dinilai mengabaikan kepentingan kelas pekerja. Ketua Umum Komite Politik Nasional, Rivaldi Haryo Seno, menuntut agar pemerintah membuka ruang partisipasi yang lebih demokratis bagi buruh dan membangun persatuan rakyat yang lebih inklusif, terutama di bawah kelas pekerja.
Rivaldi, yang akrab disapa Aldi, menilai bahwa 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran semakin menunjukkan kecenderungan kapitalisme-neoliberal dan militeristik, serta menjauh dari nilai-nilai demokrasi yang sesungguhnya. Aldi menyatakan bahwa meskipun pemerintahan saat ini mengusung narasi persatuan nasional, narasi tersebut terkesan kosong tanpa keterwakilan politik untuk kelas pekerja. Selain itu, kebijakan yang lebih memihak investasi asing dan pengusaha besar justru merugikan hak-hak buruh.
Aldi menyoroti bahwa pemerintah terlalu fokus pada akumulasi modal bagi korporasi besar dan oligarki, sementara mengabaikan kepentingan rakyat pekerja, petani, perempuan, dan kaum muda. Ia juga mengkritisi pengesahan KUHP baru yang dinilai semakin membatasi ruang gerak rakyat dan berpotensi merusak demokrasi.
Dalam konteks ekonomi, Aldi menilai bahwa pertumbuhan ekonomi yang dibanggakan pemerintah hanyalah ilusi bagi masyarakat luas, dengan semakin banyaknya PHK di sektor padat karya. Program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dianggap tidak menyentuh akar masalah karena tidak melibatkan kelas pekerja dan petani dalam perumusannya. Kebijakan pemerintah yang bergantung pada sektor ekstraktif, seperti perluasan sawit, semakin memperburuk ketimpangan sosial.
Kebijakan perpajakan yang berencana menaikkan PPN dan pelaksanaan tax amnesty pun dinilai semakin menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada elit dan bukan rakyat pekerja. Aldi juga mempertanyakan manfaat nyata dari keikutsertaan Indonesia dalam BRICS, yang menurutnya lebih menguntungkan posisi elit penguasa di panggung internasional ketimbang rakyat.
Aldi menegaskan bahwa proyek strategis nasional, seperti IKN dan Rempang Eco City, lebih memberikan keuntungan bagi pemilik modal, sementara lingkungan dan keberlanjutan jangka panjang semakin terabaikan.