Delegasi Hamas ke Mesir Bahas Upaya Mengakhiri Perang Gaza dan Pertukaran Tahanan

Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, telah mengirim delegasi untuk bertemu dengan pejabat Mesir di Kairo guna membahas langkah-langkah yang mungkin untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza serta kemungkinan pertukaran tahanan dengan Israel. Dalam pernyataan yang dikeluarkan pada Sabtu, Hamas mengungkapkan niatnya untuk mencapai sebuah kesepakatan komprehensif yang mencakup penarikan penuh pasukan militer Israel dari Gaza dan membantu pembangunan kembali wilayah tersebut. Hamas juga menegaskan bahwa upaya ini penting untuk memulihkan keamanan dan kestabilan di Gaza serta memperbaiki kehidupan warga yang telah lama terperangkap dalam konflik berkepanjangan.

Hamas juga menyoroti dampak dari kebijakan Israel yang menyebabkan krisis kelaparan di Gaza dan menekankan pentingnya bantuan kemanusiaan, termasuk makanan dan obat-obatan, yang harus segera diterima oleh warga Gaza. Delegasi Hamas tersebut akan memfokuskan pembicaraan pada upaya membentuk Komite Dukungan Komunitas untuk membantu dalam pengelolaan Jalur Gaza, serta membahas isu-isu terkait perkembangan internal yang terjadi di Palestina, seperti pemulihan ekonomi dan penyediaan fasilitas dasar yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu, mereka akan membahas pentingnya penyelesaian masalah pengungsi dan peran negara-negara regional dalam mendorong perdamaian yang lebih inklusif.

Sejak Oktober 2023, lebih dari 51.500 warga Palestina, mayoritasnya wanita dan anak-anak, telah meninggal akibat serangan militer Israel. Kehilangan besar ini menambah beban kemanusiaan yang sudah cukup berat di Gaza, dan banyak warga yang kini hidup dalam ketidakpastian dan penderitaan. Atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan perang yang terjadi di Jalur Gaza, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin Israel, Benjamin Netanyahu, dan Menteri Pertahanan, Yoav Gallant pada November 2024. Selain itu, Israel juga tengah menghadapi gugatan di Mahkamah Internasional terkait dugaan tindak genosida yang terjadi di Gaza. Proses hukum ini diharapkan dapat membawa keadilan bagi korban yang telah kehilangan nyawa dan harta benda mereka dalam serangan militer tersebut.

Setelah 100 Tahun! Makam Firaun Langka Ditemukan Lagi di Mesir

Luxor, Mesir – Untuk pertama kalinya dalam satu abad terakhir, para arkeolog berhasil menemukan makam seorang firaun di Mesir. Sebelumnya, penemuan terakhir makam firaun terjadi pada tahun 1922, ketika makam Raja Tutankhamun ditemukan oleh tim arkeolog Inggris. Kali ini, para ahli berhasil mengungkap makam Raja Thutmose II, yang ditemukan di Lembah Barat Nekropolis Theban, dekat Kota Luxor, Mesir.

Penemuan ini merupakan hasil penelitian kolaboratif antara tim arkeolog dari Inggris dan Mesir. Awalnya, mereka memperkirakan lokasi makam berada sekitar dua kilometer lebih jauh, mendekati kawasan Lembah Para Raja. Namun, penelitian lebih lanjut membawa mereka pada temuan yang mengejutkan: makam Thutmose II, yang selama ini dianggap hilang, akhirnya berhasil diidentifikasi.

Siapa Raja Thutmose II?

Thutmose II merupakan salah satu firaun dari Dinasti ke-18 Mesir Kuno, yang memerintah sekitar tahun 1493 hingga 1479 SM. Ia adalah suami dari Ratu Hatshepsut, salah satu penguasa perempuan paling berpengaruh dalam sejarah Mesir. Sisa-sisa mumi Thutmose II sebenarnya telah ditemukan dua abad lalu, namun lokasi makamnya tetap menjadi misteri—hingga akhirnya penelitian ini berhasil mengungkapnya.

Menurut Dr. Piers Litherland, ketua tim penelitian, penemuan ini memberikan wawasan baru tentang sistem pemakaman kerajaan pada periode awal Dinasti ke-18. “Kami telah lama mencari makam ini, dan akhirnya menemukan bukti konkret yang mengonfirmasi keberadaannya,” ujarnya.

Proses Penemuan yang Penuh Tantangan

Tim arkeolog menghadapi berbagai tantangan sebelum mencapai ruang pemakaman. Puing-puing yang terbawa banjir dan runtuhnya langit-langit makam sempat menghambat proses eksplorasi.

“Butuh waktu lama bagi kami untuk menembus reruntuhan ini,” kata Dr. Litherland. “Kami harus merangkak melalui lorong sempit sepanjang 10 meter dengan celah hanya 40 cm di bagian atasnya sebelum akhirnya sampai ke dalam ruang makam.”

Saat memasuki ruangan tersebut, para peneliti mendapati dekorasi khas pemakaman kerajaan. Langit-langitnya masih mempertahankan warna biru dengan hiasan bintang-bintang kuning—ciri khas makam para firaun. Selain itu, mereka juga menemukan adegan-adegan dari Amduat, teks keagamaan yang biasanya digunakan dalam pemakaman raja-raja Mesir kuno.

Petunjuk Penting dari Artefak Kuno

Setelah membersihkan puing-puing yang menutupi makam, tim arkeolog menemukan pecahan guci pualam yang bertuliskan nama Thutmose II dan Ratu Hatshepsut.

“Pecahan-pecahan ini kemungkinan hancur saat makam dipindahkan pada zaman kuno,” jelas Dr. Litherland. “Ironisnya, jika benda-benda ini tidak rusak, mungkin kami tidak akan pernah tahu siapa pemilik makam ini.”

Namun, kejutan terbesar datang saat mereka menyadari bahwa makam tersebut telah dikosongkan secara sengaja. Bukannya dijarah, isi makam tampaknya telah dipindahkan ke lokasi lain, kemungkinan untuk melindungi harta benda dan jasad sang firaun dari perampokan.

Apakah Makam Kedua Masih Utuh?

Dr. Litherland dan timnya kini memperkirakan bahwa makam kedua yang menyimpan harta karun Thutmose II masih tersembunyi di suatu tempat. “Kami memiliki gambaran kasar mengenai lokasinya. Jika kami benar, maka penemuan berikutnya bisa menjadi salah satu yang paling spektakuler dalam sejarah Mesir Kuno,” ungkapnya.

Saat berbicara kepada BBC, Dr. Litherland menggambarkan momen emosional ketika ia pertama kali memasuki ruang makam. “Rasanya benar-benar luar biasa. Ketika menyadari apa yang kami temukan, saya diliputi oleh perasaan takjub yang begitu mendalam,” katanya. “Saat keluar dari makam, saya melihat istri saya menunggu di luar—dan satu-satunya hal yang bisa saya lakukan adalah menangis.”

Puncak Penelitian Selama 12 Tahun

Penemuan ini merupakan hasil kerja keras tim dari New Kingdom Research Foundation, yang bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Purbakala Mesir. Selama lebih dari 12 tahun, tim ini telah menggali 54 makam di pegunungan barat Theban, termasuk makam-makam istri raja dan selir dari Dinasti ke-18.

Menteri Pariwisata dan Purbakala Mesir, Sherif Fathy, menyatakan bahwa penemuan ini merupakan momen penting bagi dunia arkeologi. “Ini adalah makam kerajaan pertama yang ditemukan sejak makam Tutankhamun pada tahun 1922,” ujarnya. “Penemuan ini membuka wawasan baru tentang peradaban Mesir Kuno dan memberikan pemahaman lebih dalam tentang sejarah manusia.”

Dengan masih adanya kemungkinan bahwa makam kedua Thutmose II masih tersembunyi, dunia arkeologi kini menantikan apa yang bisa menjadi salah satu penemuan terbesar di abad ini.

Hamas Tegaskan Tak Akan Ikut Kelola Gaza Pascaperang Tanpa Konsensus Nasional

Kelompok Palestina, Hamas, menegaskan bahwa mereka tidak akan ambil bagian dalam pengelolaan administrasi Jalur Gaza pascaperang kecuali jika ada kesepakatan nasional. Pernyataan ini disampaikan oleh juru bicara Hamas, Hazem Qassem, pada Selasa (4/3), menegaskan bahwa semua pengaturan untuk masa depan Gaza harus berdasarkan konsensus internal tanpa campur tangan pihak eksternal. Menurutnya, Hamas tidak tertarik untuk terlibat dalam struktur administratif Gaza setelah agresi Israel, namun akan memfasilitasi setiap kesepakatan yang dicapai bersama.

Qassem juga menekankan pentingnya pengaturan ini dilakukan demi rekonstruksi Gaza yang nyata dan berkelanjutan untuk menyelamatkan warga dari kehancuran akibat perang. Hamas, katanya, tidak akan menjadi penghalang dalam proses ini selama konsensus nasional tetap dijunjung tinggi. Pada Desember lalu, Hamas menerima proposal dari Mesir yang mengusulkan pembentukan komite komunitas untuk mengelola Gaza pascaperang, menunjukkan kesiapan mereka untuk mendukung solusi berbasis dialog internal.

Sementara itu, Mesir dijadwalkan menjadi tuan rumah KTT darurat negara-negara Arab untuk membahas sikap bersama terkait Palestina dan menanggapi rencana Amerika Serikat yang diduga ingin merelokasi penduduk Gaza. Presiden AS Donald Trump sebelumnya menyarankan pemindahan warga Gaza demi pengembangan wilayah tersebut sebagai destinasi wisata, tetapi rencana ini mendapat kecaman luas dari dunia Arab dan komunitas internasional yang menyebutnya sebagai upaya pembersihan etnis.

Sejak Oktober 2023, perang antara Israel dan Hamas telah menewaskan hampir 48.400 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, serta melukai lebih dari 111.000 orang lainnya. Meskipun gencatan senjata sempat diberlakukan pada Januari 2025, Israel kembali menghentikan masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menolak melanjutkan negosiasi tahap kedua perjanjian tersebut.

Arab Saudi dan Mesir Kecam Israel atas Penghentian Bantuan ke Gaza

Arab Saudi mengutuk keras keputusan Israel yang menangguhkan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza meskipun telah ada kesepakatan sebelumnya. Pernyataan ini disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri Arab Saudi pada Minggu, menegaskan bahwa tindakan Israel merupakan bentuk hukuman kolektif yang bertentangan dengan hukum internasional. Langkah ini diumumkan setelah Hamas menolak usulan Steve Witkoff, utusan AS untuk Timur Tengah, terkait perpanjangan fase pertama gencatan senjata.

Arab Saudi mendesak komunitas internasional untuk bertindak tegas terhadap Israel serta memastikan kelangsungan distribusi bantuan kemanusiaan bagi rakyat Gaza. Menurut Riyadh, penggunaan bantuan sebagai alat tekanan politik sangat tidak dapat diterima, terutama saat kondisi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk.

Mesir juga mengecam keputusan Israel dengan menyatakan bahwa kebijakan tersebut menunjukkan upaya mencapai tujuan politik dengan mengorbankan nyawa warga sipil. Kementerian Luar Negeri Mesir menegaskan bahwa tindakan ini menjadi semakin tidak dapat dibenarkan karena dilakukan saat Bulan Suci Ramadan, momen yang seharusnya mengedepankan solidaritas dan perdamaian.

Sementara itu, rencana gencatan senjata yang diajukan Steve Witkoff mencakup penghentian konflik selama Ramadan hingga Paskah, yang berlangsung sekitar satu setengah bulan. Usulan ini juga mencakup pembebasan separuh sandera Israel di Gaza pada hari pertama gencatan senjata, dengan pembebasan penuh jika kesepakatan permanen tercapai. Ramadan tahun ini berlangsung dari 28 Februari hingga 29 Maret, sementara Paskah Yahudi akan dirayakan pada 12 hingga 19 April.