PDIP Sentil Hakim Praperadilan Hasto, KPK: Tak Ada Intervensi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan klarifikasi atas pernyataan politisi PDI Perjuangan, Guntur Romli, yang menyentil hakim Djuyamto—tersangka dugaan suap dalam perkara lepas korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO). Guntur menyinggung latar belakang Djuyamto yang pernah menangani sidang praperadilan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.

Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika, menegaskan bahwa seluruh proses hukum, termasuk praperadilan, dilaksanakan sesuai koridor hukum yang berlaku. Ia juga menyatakan tidak ada indikasi intervensi dalam persidangan yang melibatkan Hasto.

Lebih lanjut, Tessa menyampaikan bahwa tim hukum KPK telah menyampaikan bukti-bukti sesuai prosedur dalam sidang praperadilan yang diajukan oleh Hasto. Menurutnya, jika ada kekhawatiran terkait campur tangan pihak luar dalam proses hukum, seharusnya hal tersebut dilaporkan secara resmi disertai bukti yang kuat.

Guntur Romli: Djuyamto Bagian dari Jaringan ‘Pengurus Perkara’

Sebelumnya, Guntur Romli menyuarakan kekhawatiran terhadap integritas hakim Djuyamto. Ia mengungkapkan bahwa hakim yang kini jadi tersangka suap itu sebelumnya pernah menjadi hakim tunggal dalam sidang praperadilan Hasto.

Guntur mengklaim telah sejak lama mengungkap adanya dugaan keberadaan jaringan pengatur perkara di tubuh peradilan, yang melibatkan Djuyamto, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, dan seorang hakim agung berinisial Y.

Guntur mengaku bahwa kasus yang menjerat Djuyamto semakin menambah kekhawatiran mereka terhadap proses hukum yang dihadapi Hasto. Ia menilai perkara tersebut dipenuhi unsur rekayasa dan bermuatan politis.

Ia menyebut Hasto sebagai korban kriminalisasi politik, dan menuding adanya aktor tersembunyi yang menggunakan jalur hukum untuk tujuan balas dendam.

“Kasus ini mencerminkan kriminalisasi dan rekayasa hukum sebagai bentuk balas dendam politik. Bukti kasus Djuyamto hanya menguatkan dugaan adanya intervensi dari ‘tangan-tangan tersembunyi’ dalam proses peradilan,” pungkasnya.

PDIP Sentil Sikap Politik Effendi Simbolon Berubah Usai Bertemu Mantan Presiden Jokowi

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memberikan sorotan tajam terhadap perubahan sikap politik yang ditunjukkan oleh anggota DPR Effendi Simbolon, yang dikatakan berubah setelah bertemu dengan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebelumnya, Effendi dikenal sebagai sosok yang cukup kritis terhadap kebijakan pemerintah, namun pasca pertemuan tersebut, ia terlihat lebih mendukung kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh Jokowi. PDIP, sebagai partai tempat Effendi bernaung, menyatakan keprihatinannya atas perubahan sikap yang terkesan tidak sesuai dengan pandangan partai.

Sikap politik Effendi Simbolon dikatakan mengalami perubahan setelah melakukan pertemuan dengan Jokowi beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan tersebut, keduanya dilaporkan membahas sejumlah isu nasional, termasuk arah kebijakan politik dan ekonomi Indonesia. Effendi sendiri mengungkapkan bahwa pertemuan tersebut membuka wawasan baru baginya, yang mungkin menjadi faktor penyebab pergeseran pandangan politiknya. PDIP menyebut bahwa meski pertemuan tersebut sah-sah saja, namun hal itu dapat menimbulkan pertanyaan terkait konsistensi posisi politik Effendi yang sebelumnya lebih kritis terhadap pemerintah.

PDIP menegaskan bahwa konsistensi dalam menjaga arah politik partai adalah hal yang sangat penting. Pihak partai khawatir bahwa perubahan sikap Effendi yang mendukung lebih banyak kebijakan pemerintah dapat berisiko menimbulkan perpecahan atau kebingungannya di kalangan anggota partai lainnya. PDIP menyampaikan bahwa meskipun pertemuan dengan mantan Presiden Jokowi adalah hal yang wajar dalam dunia politik, anggota partai diharapkan tetap mengedepankan loyalitas terhadap arah politik partai, terlebih dalam situasi politik yang terus berkembang.

Merespons kritik yang datang dari dalam PDIP, Effendi Simbolon memberikan klarifikasi terkait perubahan sikap politiknya. Ia menyatakan bahwa pertemuannya dengan Jokowi tidak berarti bahwa ia berbalik mendukung sepenuhnya kebijakan pemerintah, melainkan hanya memberikan pandangan pribadi mengenai arah politik yang perlu diperhatikan. Effendi menegaskan bahwa meskipun ia melakukan diskusi dengan Jokowi, ia tetap berkomitmen untuk menjaga loyalitas terhadap partainya dan tidak akan mengubah posisinya secara drastis.

Perubahan sikap yang terjadi pada Effendi Simbolon menambah tantangan bagi PDIP dalam menjaga soliditas internal partai, yang selama ini dikenal memiliki garis keras dalam mendukung kebijakan partai. Ketegangan ini memunculkan kekhawatiran tentang bagaimana perubahan sikap individu anggota partai bisa memengaruhi strategi politik dan hubungan antara PDIP dengan pemerintah. PDIP diharapkan dapat menanggapi dinamika ini dengan bijak, untuk mencegah terjadinya perpecahan di kalangan kader partai yang dapat berdampak negatif pada citra partai.

Perubahan sikap politik Effendi Simbolon pasca pertemuannya dengan mantan Presiden Jokowi menandakan adanya dinamika politik yang perlu diwaspadai oleh PDIP. Meski Effendi menyatakan tetap loyal pada partai, perubahan pandangannya ini tetap menjadi isu yang cukup signifikan dalam politik Indonesia. PDIP harus mampu menghadapi tantangan ini dengan menjaga konsistensi serta solidaritas di antara para anggotanya, sambil tetap terbuka terhadap perkembangan politik yang terjadi. Pasalnya, di tengah persaingan politik yang ketat, sikap politik yang berubah-ubah dapat berisiko mengganggu stabilitas dan strategi partai ke depan.

Kaesang Serukan “Jateng is Red” PDIP Angkat Suara

Pada 16 November 2024, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memberikan respons atas seruan Kaesang Pangarep, putra bungsu Mantan Presiden Joko Widodo, yang menyatakan “Jateng is Red” dalam acara Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Pernyataan Kaesang, yang juga merupakan kader PSI, dinilai sebagai bentuk dukungan terhadap warna partai yang identik dengan PDIP, yakni merah. Reaksi PDIP pun langsung muncul, dengan beberapa pengurus partai menilai seruan tersebut sebagai langkah yang mengejutkan dan berpotensi mempengaruhi hubungan antara partai politik di Indonesia.

Beberapa tokoh PDIP menanggapi pernyataan Kaesang dengan mencermati adanya potensi pergeseran politik dalam lingkaran pemerintahan. Meskipun Kaesang sudah lama terlibat dengan PSI, seruan “Jateng is Red” dianggap sebagai simbol yang lebih menekankan pada identitas politik PDIP di Jawa Tengah. PDIP sendiri memiliki basis kuat di provinsi ini, dan warna merah telah menjadi identitas partai yang sangat melekat. Menurut pengamat politik, seruan tersebut bisa menjadi sinyal bahwa Kaesang hendak mendekatkan diri dengan kalangan politik PDIP, meskipun dia terafiliasi dengan PSI.

Sementara itu, PSI melalui pernyataan resmi membela Kaesang dan menegaskan bahwa seruan tersebut tidak dimaksudkan untuk memperburuk hubungan dengan PDIP. PSI menilai bahwa Kaesang, sebagai kader PSI, tetap berkomitmen untuk memperjuangkan politik yang bersih dan progresif. Di sisi lain, PDIP berharap agar seruan tersebut tidak menimbulkan ketegangan lebih lanjut, dan menekankan pentingnya menjaga keharmonisan antarpartai, terutama menjelang pemilu 2024. Baik PDIP maupun PSI berharap agar pernyataan Kaesang tidak mengganggu konsentrasi politik yang lebih besar di level nasional.