Kemenag Tegaskan Pengelolaan Haji 2025 Tidak Beralih, Tetap di Tangan Pemerintah

Pelaksanaan ibadah haji pada tahun 1446 Hijriah atau 2025 ini akan tetap sepenuhnya dikelola oleh Kementerian Agama (Kemenag). Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) baru akan mulai mengambil alih tanggung jawab tersebut pada tahun 2026 mendatang. Hal ini disampaikan langsung oleh Wakil Ketua BP Haji, Dahnil Anzar Simanjuntak, yang menjelaskan bahwa otoritas, kebijakan, serta aspek terkait lainnya masih berada di bawah kewenangan Kemenag untuk tahun ini.

“Untuk pelaksanaan ibadah haji tahun 2025, kebijakan dan otoritas sepenuhnya ada di tangan Kemenag RI. BP Haji hanya akan memonitor dan melakukan pengawasan selama proses berlangsung,” kata Dahnil dalam keterangan yang diterima pada Minggu (19/1/2025).

Dahnil menegaskan bahwa pihaknya akan fokus pada proses monitoring penyelenggaraan ibadah haji, tanpa terlibat langsung dalam pengambilan keputusan kebijakan yang tetap menjadi tanggung jawab Kemenag. Menurutnya, pada 2026, BP Haji akan mengambil alih sepenuhnya penyelenggaraan ibadah haji berdasarkan revisi UU Nomor 8 tahun 2019 tentang Haji.

Menteri Agama, Nasaruddin Umar, sebelumnya mengungkapkan bahwa penyelenggaraan ibadah haji 2025 akan menjadi yang terakhir di bawah pengelolaan Kemenag. “Ini adalah penyelenggaraan ibadah haji terakhir yang kami kelola, dan kami berharap dapat memberikan yang terbaik untuk para jemaah. Kami ingin mengakhiri tugas ini dengan kesan yang baik, memberikan senyuman kepada jemaah haji Indonesia,” ujar Nasaruddin dalam keterangan resminya, Jumat (17/1/2025).

Menag Nasaruddin menambahkan, meskipun Kemenag akan berhenti mengelola haji setelah 2025, pihaknya berkomitmen untuk memastikan pelaksanaan ibadah haji tahun ini berlangsung dengan lancar dan aman. “Kami akan berusaha memberikan pelayanan yang terbaik kepada para jemaah haji, dengan menjaga keamanan, kenyamanan, dan kedamaian. Pesan ini juga sudah ditekankan oleh Presiden Prabowo,” ungkapnya.

Tahun 2025 menjadi tahun transisi, di mana BP Haji berperan dalam pengawasan sekaligus persiapan pengelolaan sepenuhnya pada tahun 2026. Pemerintah Indonesia memastikan bahwa para jemaah haji akan mendapatkan pelayanan optimal untuk menjalankan ibadah di Tanah Suci dengan penuh kenyamanan.

Postingan Pemerintah Israel Terkait Kebakaran Hutan Los Angeles Memicu Reaksi Keras Di Tengah Perang Gaza

Kebakaran hutan yang melanda Los Angeles telah menarik perhatian internasional, terutama setelah sebuah postingan dari akun resmi Israel di media sosial yang mengaitkan bencana tersebut dengan situasi di Gaza. Reaksi keras muncul dari berbagai kalangan, termasuk aktivis dan netizen yang merasa bahwa pernyataan tersebut tidak sensitif mengingat penderitaan yang dialami oleh warga Palestina.

Kebakaran yang terjadi sejak awal Januari ini telah menghanguskan lebih dari 29.000 hektar lahan dan menyebabkan lebih dari 180.000 orang terpaksa mengungsi dari rumah mereka. Kebakaran Palisades, salah satu yang paling parah, tercatat sebagai yang terburuk dalam sejarah Los Angeles, menewaskan setidaknya lima orang dan menghancurkan ribuan bangunan. Ini menunjukkan betapa seriusnya dampak bencana alam ini terhadap masyarakat dan lingkungan.

Postingan yang dibuat oleh akun resmi Israel menyebutkan bahwa kebakaran di Los Angeles adalah contoh dari “keadilan alam” yang terjadi akibat konflik di Gaza. Pernyataan ini langsung menuai kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk aktivis hak asasi manusia dan pengguna media sosial yang menilai bahwa pernyataan tersebut sangat tidak peka terhadap situasi kemanusiaan yang sedang berlangsung di Gaza. Ini mencerminkan bagaimana komunikasi di era digital dapat memicu reaksi emosional dan kontroversi.

Banyak aktivis, termasuk kelompok anti-Zionis, menggunakan kesempatan ini untuk menyoroti apa yang mereka sebut sebagai standar ganda dalam respons terhadap bencana. Mereka mencatat bahwa sementara kebakaran di LA mendapatkan perhatian besar dan empati, penderitaan warga Gaza sering kali diabaikan. Ini menunjukkan adanya kesenjangan dalam perhatian media dan masyarakat terhadap isu-isu kemanusiaan yang berbeda.

Kebakaran hutan ini diperkirakan menyebabkan kerugian ekonomi hingga USD 57 miliar, dengan dampak jangka panjang bagi komunitas lokal. Masyarakat setempat mulai merasakan dampak sosial dari bencana ini, dengan banyak yang kehilangan tempat tinggal dan sumber penghidupan mereka. Ini mencerminkan betapa bencana alam dapat berdampak luas pada kehidupan manusia dan ekonomi.

Beberapa aktivis menyerukan perlunya kesadaran global tentang kondisi di Gaza, mengaitkan kebakaran hutan dengan dampak perubahan iklim dan konflik bersenjata. Mereka menekankan bahwa tindakan militer yang dilakukan di Gaza memiliki konsekuensi jauh lebih besar daripada sekadar kerugian fisik, termasuk dampak lingkungan yang akan dirasakan secara global. Ini menunjukkan pentingnya pendekatan holistik dalam memahami isu-isu kemanusiaan.

Dengan kebakaran hutan yang terus meluas dan reaksi keras terhadap postingan Israel, semua pihak kini diajak untuk merenungkan kembali bagaimana kita merespons bencana dan konflik. Keberhasilan dalam menciptakan solidaritas global akan sangat bergantung pada kemampuan kita untuk mendengarkan suara-suara yang terpinggirkan dan memahami kompleksitas situasi kemanusiaan di seluruh dunia. Ini menjadi momen penting bagi masyarakat internasional untuk bersatu dalam menghadapi tantangan global bersama-sama.