Trump Terapkan Tarif Ketat bagi Negara Pengimpor Minyak Venezuela

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada Senin (24/3) menandatangani perintah eksekutif yang memberlakukan tarif bagi negara-negara yang membeli minyak dari Venezuela. Kebijakan ini mulai berlaku pada 2 April dan mengatur bahwa setiap barang yang diimpor ke AS dari negara yang bertransaksi dengan Venezuela, baik langsung maupun melalui pihak ketiga, akan dikenakan tarif sebesar 25 persen.

Dalam perintah eksekutifnya, Trump menegaskan bahwa kebijakan dan tindakan pemerintah Venezuela di bawah kepemimpinan Nicolas Maduro tetap menjadi ancaman besar bagi keamanan nasional serta kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Pada hari yang sama, Trump juga mengumumkan bahwa pemerintahannya akan menerapkan tarif sekunder terhadap Venezuela, dengan alasan bahwa negara tersebut diam-diam mengirim puluhan ribu anggota geng ke wilayah AS.

Menteri Luar Negeri Marco Rubio memperjelas bahwa AS tidak akan mentoleransi keterlibatan negara lain atau perusahaan minyak mereka dalam eksploitasi sumber daya minyak Venezuela. Menurut Rubio, pemerintahan Maduro telah secara sistematis mencurangi pemilu, merampas hak rakyatnya, serta bersekongkol dengan negara-negara yang dianggap sebagai musuh Amerika Serikat. Ia menegaskan bahwa setiap negara yang mengizinkan perusahaan mereka untuk memproduksi, mengekstraksi, atau mengekspor minyak dari Venezuela akan dikenakan tarif baru, sementara perusahaan yang terlibat akan menghadapi sanksi berat. Pernyataan tersebut ia sampaikan melalui platform media sosial X sebagai peringatan bagi negara-negara yang masih menjalin kerja sama dengan Venezuela dalam sektor minyak.

Trump Bentuk Cadangan Bitcoin Strategis, Tak Gunakan Dana Pajak

Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah menandatangani perintah eksekutif untuk membentuk Cadangan Bitcoin Strategis, yang akan dibiayai melalui Bitcoin hasil penyitaan dalam kasus kriminal atau sipil. Keputusan ini diumumkan oleh Czar AI dan Kripto AS, David Sacks, melalui unggahan di media sosial X. Ia menegaskan bahwa cadangan ini tidak akan membebani masyarakat Amerika karena pemerintah menggunakan Bitcoin yang telah disita sebelumnya.

Sacks mengungkapkan bahwa saat ini pemerintah AS memiliki sekitar 200.000 Bitcoin, meskipun belum ada audit resmi terkait jumlah pastinya. Oleh karena itu, perintah eksekutif ini juga menginstruksikan pencatatan menyeluruh terhadap seluruh aset digital yang dikelola pemerintah guna meningkatkan transparansi. Dalam kebijakan tersebut, Bitcoin yang dimasukkan ke dalam cadangan tidak akan dijual, melainkan disimpan sebagai aset bernilai tinggi untuk jangka panjang. Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan juga diberikan wewenang untuk merancang strategi akuisisi Bitcoin tambahan, dengan ketentuan bahwa langkah tersebut tidak boleh membebani anggaran negara atau meningkatkan pajak bagi masyarakat.

Selain membentuk Cadangan Bitcoin Strategis, Trump juga mengumumkan pendirian Cadangan Aset Digital AS, yang mencakup berbagai aset digital lainnya hasil penyitaan dari kasus kriminal maupun sipil. Kebijakan ini mencerminkan langkah baru dalam strategi pengelolaan aset kripto oleh pemerintah AS. Dengan langkah ini, pemerintah berupaya memperkuat posisi ekonomi digital negara tanpa mengandalkan dana pajak rakyat, serta menunjukkan komitmen terhadap perkembangan aset digital di masa depan.

Google Ubah Nama Teluk Meksiko Jadi Teluk Amerika, Keputusan Trump Picu Kontroversi

Google baru-baru ini mengubah penamaan Teluk Meksiko menjadi “Teluk Amerika” bagi pengguna yang mengakses layanan mereka di Amerika Serikat. Keputusan ini dilakukan sesuai perintah eksekutif Presiden AS Donald Trump. Dalam pernyataan resmi pada Senin (10/2/2025), raksasa teknologi berbasis di California itu menyebut bahwa nama yang ditampilkan di Google Maps akan bervariasi tergantung lokasi pengguna. “Pengguna di AS akan melihat ‘Teluk Amerika’, sementara di Meksiko tetap tertulis ‘Teluk Meksiko’. Semua pengguna dapat melihat kedua nama tersebut,” ujar Google dalam pernyataan yang dikutip dari Al Jazeera.

Ketika Kompas.com mencoba mencari lokasi Teluk Meksiko di Google Maps, yang muncul adalah “Gulf of Mexico (Gulf of America)” atau dalam bahasa Indonesia “Teluk Meksiko (Teluk Amerika)”.

Sebelumnya, Google telah mengonfirmasi bahwa mereka akan menyesuaikan nama Teluk Meksiko sesuai arahan Trump. Selain itu, perubahan serupa juga dilakukan pada Gunung Denali di Alaska, yang akan kembali dinamai Gunung McKinley—nama mantan Presiden AS William McKinley. Gunung tertinggi di Amerika Utara ini awalnya diberi nama Denali oleh penduduk asli Alaska, Koyukon Athabascan, sebelum pemerintah AS mengubahnya menjadi Gunung McKinley pada 1917 untuk menghormati presiden yang terbunuh pada 1901. Pada 2015, Presiden Barack Obama mengembalikan nama Denali sebelum melakukan kunjungan ke Alaska.

Beberapa jam setelah kembali menjabat pada 20 Januari 2025, Trump langsung menandatangani perintah eksekutif untuk mengganti sejumlah nama tempat di AS. Ia beralasan bahwa langkah ini dilakukan untuk “menghormati kebesaran Amerika”.

Namun, keputusan ini menuai kritik, terutama dari kelompok penduduk asli Alaska serta Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum. Sheinbaum bahkan menyindir Trump dengan menyarankan agar nama Amerika Utara diubah menjadi “Amerika-Meksiko”, merujuk pada salah satu dokumen pendirian negara tersebut.