Nasib Nasrallah dan Eskalasi Konflik di Lebanon

Keberadaan pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, menjadi sorotan setelah serangkaian serangan udara Israel yang menargetkan markas besar kelompok tersebut. Meskipun kantor berita Iran, Tasnim, melaporkan bahwa Nasrallah dalam keadaan aman, seorang pejabat keamanan senior Iran mengungkapkan bahwa Teheran sedang memverifikasi statusnya. Sementara itu, Hizbullah sendiri melalui media resminya menolak semua spekulasi terkait serangan, tanpa memberikan informasi tentang nasib Nasrallah.

Di New York, pejabat senior Israel mengonfirmasi bahwa serangan yang dilancarkan pada Jumat kemarin menyasar sejumlah komandan senior Hizbullah. Namun, mereka mengakui masih terlalu dini untuk menentukan apakah Nasrallah termasuk di antara target yang terkena. Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, menyebutkan bahwa serangan tersebut ditujukan kepada “sekelompok orang jahat” yang tengah merencanakan serangan lebih lanjut terhadap Israel, meskipun ia tidak dapat memastikan kehadiran Nasrallah dalam pertemuan tersebut.

Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan bahwa serangan tersebut menyebabkan dua kematian dan 76 luka-luka, angka yang kemungkinan akan terus meningkat. Al-Manar, stasiun televisi milik Hizbullah, melaporkan kehancuran empat bangunan dan banyaknya korban dalam gelombang serangan ini, yang menandai peningkatan ketegangan dalam konflik antara Israel dan Hizbullah.

Militer Israel menyatakan bahwa mereka telah melakukan “serangan tepat” terhadap markas besar Hizbullah, yang berlokasi di bawah kompleks perumahan di Dahiyeh, daerah selatan Beirut yang dikuasai Hizbullah. Selama minggu terakhir, Israel telah melakukan empat serangan di kawasan ini, yang mengakibatkan kematian setidaknya tiga komandan militer senior Hizbullah.

Serangan terbaru ini lebih besar skalanya, mengguncang jendela-jendela di seluruh Beirut dan mengingatkan pada serangan udara Israel di tahun 2006. Juru bicara militer Israel, Daniel Hagari, menekankan bahwa pusat komando Hizbullah berada di dalam wilayah sipil, yang semakin memperumit situasi kemanusiaan di kawasan tersebut.

Serangan ini terjadi setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, berjanji untuk melanjutkan operasi militer terhadap Hizbullah dalam pidatonya di PBB, di tengah harapan yang semakin pudar untuk gencatan senjata yang bisa mencegah perang regional yang lebih besar. Ketegangan antara kedua pihak menunjukkan bahwa konflik ini jauh dari kata selesai, dengan risiko semakin meluasnya dampaknya di kawasan Timur Tengah.