Vietnam Menyederhanakan Pemerintahan, Pangkas Kementerian-Lembaga Jadi 22

Pemerintah Vietnam mengambil langkah besar untuk efisiensi anggaran dengan memangkas jumlah kementerian dan lembaga pemerintah dari 30 menjadi 22, yang berarti sekitar seperlima pekerjaan di sektor publik akan hilang. Keputusan ini berpotensi menghemat miliaran dollar AS, yang bisa digunakan untuk pengembangan ekonomi negara. Langkah ini juga terinspirasi oleh kebijakan penghematan anggaran yang pernah diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump. Rencana efisiensi anggaran ini rencananya akan segera diajukan kepada parlemen Vietnam dalam beberapa hari mendatang.

Namun, meskipun kebijakan ini dirancang untuk mengurangi pemborosan anggaran, langkah tersebut menimbulkan kecemasan di kalangan pegawai negeri. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan terjadinya pemangkasan jumlah pekerja sektor publik, yang mencakup berbagai sektor seperti media, pegawai negeri, polisi, hingga militer. Vietnam memiliki sekitar dua juta orang yang bekerja di sektor publik pada 2022, dan sekitar 20 persen dari mereka diperkirakan akan kehilangan pekerjaan dalam lima tahun mendatang.

Pemerintah Vietnam juga memprediksi bahwa sekitar 100.000 pegawai negeri akan diberhentikan atau diberikan pensiun dini. Salah satu contoh dampak dari kebijakan ini adalah pengalaman seorang pria berusia 42 tahun yang bekerja sebagai produser TV selama 12 tahun. Setelah saluran berita tempat dia bekerja ditutup, ia kehilangan pekerjaannya dan hanya diberi pemberitahuan dua minggu sebelum diberhentikan. Kini, pria tersebut terpaksa beralih profesi menjadi sopir taksi demi memenuhi kebutuhan keluarganya.

Menurut To Lam, pemimpin tertinggi Vietnam, keputusan ini meskipun terasa pahit, harus dilakukan demi kemajuan negara. “Jika kita ingin memiliki tubuh yang sehat, terkadang kita harus menahan rasa sakit untuk mengangkat tumor,” katanya pada Desember 2024. Para pejabat negara menyebutkan bahwa kebijakan efisiensi ini merupakan bagian dari revolusi administratif yang akan mengurangi pemborosan dan mengarahkan negara menuju target ambisiusnya.

Dalam jangka panjang, efisiensi anggaran ini diharapkan bisa menghemat hingga 4,5 miliar dollar AS (sekitar Rp 72,5 triliun) dalam lima tahun. Meskipun demikian, biaya untuk pesangon dan pensiun dini diperkirakan lebih besar, mencapai lebih dari 5 miliar dollar AS (Rp 80 triliun). Selain itu, meskipun Vietnam mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang mengesankan sebesar 7,1 persen pada 2024, tantangan yang dihadapi negara ini adalah dampak dari tarif impor yang dikenakan oleh pemerintahan AS.

Vietnam menargetkan status negara berpendapatan menengah pada tahun 2030, dan berharap bisa masuk dalam kategori negara berpendapatan tinggi pada tahun 2045. Meskipun kebijakan ini membawa tantangan sosial, pihak berwenang optimis bahwa efisiensi anggaran akan mendukung pencapaian target ekonomi jangka panjang.

Revolusi Administrasi Vietnam: Pemangkasan Kementerian dan Lembaga untuk Efisiensi Anggaran

Pemerintah Vietnam tengah meluncurkan sebuah langkah revolusioner dengan memotong jumlah kementerian dan lembaga negara dari 30 menjadi 22. Rencana tersebut, yang bertujuan mengurangi pengeluaran negara hingga miliaran dollar AS, akan menghapus satu dari lima posisi di sektor publik. Upaya ini terinspirasi oleh kebijakan pemangkasan anggaran yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump.

Rencana reformasi ini akan segera diajukan ke parlemen Vietnam, meskipun sudah menimbulkan kecemasan di kalangan para pegawai negeri. Pemimpin tertinggi Vietnam, To Lam, menekankan bahwa lembaga negara tidak seharusnya menjadi tempat perlindungan bagi pejabat yang tidak kompeten. “Untuk memiliki tubuh yang sehat, kadang kita harus menahan rasa sakit dan menghilangkan yang buruk,” ujar Lam pada Desember 2024.

Dalam rangka pemangkasan tersebut, sekitar 100.000 orang dari sektor publik, yang jumlahnya hampir dua juta orang pada 2022, akan diberhentikan atau diminta untuk pensiun dini. Meski begitu, belum ada rincian lebih lanjut mengenai implementasi pemangkasan tersebut. Salah satu contoh adalah kisah Thanh, seorang mantan produser TV yang kehilangan pekerjaannya setelah saluran berita negara tempatnya bekerja ditutup. Thanh kini beralih profesi sebagai sopir taksi setelah kehilangan pekerjaannya yang telah dia geluti selama 12 tahun.

Meski Vietnam mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa sebesar 7,1 persen pada 2024, dan menargetkan pertumbuhan delapan persen tahun ini, ada kekhawatiran terkait dampak dari kebijakan tarif yang diterapkan oleh pemerintahan Trump terhadap negara itu. Vietnam bertujuan untuk menjadi negara berpendapatan menengah pada 2030 dan melangkah ke tingkat pendapatan tinggi pada 2045.

Pemerintah Vietnam berharap pemangkasan anggaran ini akan menghemat hingga 4,5 miliar dollar AS (sekitar Rp 72,5 triliun) dalam lima tahun mendatang, meskipun di sisi lain mereka harus menanggung biaya lebih dari 5 miliar dollar AS (sekitar Rp 80 triliun) untuk pensiun dan pesangon pegawai yang diberhentikan.

Shin Tae-yong Kritik Jadwal Padat Piala AFF, Kim Sang-sik Ikut Menyuarakan Keprihatinan

Jakarta – Pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap jadwal pertandingan Piala AFF 2024 yang sangat padat. Kekhawatiran ini juga disuarakan oleh pelatih Vietnam, Kim Sang-sik, yang sependapat dengan rekan seprofesinya itu.

Timnas Indonesia harus melakoni tiga pertandingan dalam kurun waktu enam hari di Grup B Piala AFF 2024. Setelah meraih kemenangan atas Myanmar pada 9 Desember 2024, Indonesia bermain imbang 3-3 melawan Laos pada Kamis, 12 Desember 2024.

Hanya tiga hari setelah pertandingan melawan Laos, Timnas Indonesia dijadwalkan bertanding melawan Vietnam di Viet Tri, Phu Tho Stadium, pada Minggu, 15 Desember 2024, dengan kickoff pukul 20.00 WIB.

Shin Tae-yong mengkritik keras jadwal padat Piala AFF 2024, yang menurutnya bisa mengancam kesehatan para pemain. Kim Sang-sik juga mengakui bahwa jadwal tersebut sangat melelahkan dan berpotensi menyebabkan cedera pada pemain. Untuk mengatasi hal ini, Kim menyatakan akan melakukan rotasi pemain.

“Saya setuju dengan pandangan coach Shin Tae-yong. Setelah bermain melawan Laos, kami langsung harus bersiap menghadapi Vietnam, sehingga pemain akan kelelahan dan rentan cedera,” kata Kim Sang-sik kepada The Thao 247.

“Namun, semua tim di turnamen ini menghadapi situasi yang sama. Setelah pertandingan melawan Indonesia, Vietnam juga harus segera bersiap untuk bertanding melawan Filipina. Rencana saya adalah melakukan rotasi skuad untuk meraih hasil terbaik di setiap pertandingan,” tambah Kim.

Vietnam sendiri memiliki keuntungan berupa jeda waktu yang lebih panjang sebelum bertanding melawan Indonesia. Mereka memiliki waktu istirahat enam hari sebelum melawan Timnas Indonesia. Namun, setelah pertandingan tersebut, Vietnam harus melakoni pertandingan berturut-turut melawan Filipina dan Laos.

Jadwal padat seperti ini bukan hanya menjadi masalah bagi pelatih dan pemain, tetapi juga menguji strategi dan manajemen tim dalam menjaga kebugaran pemain. Dengan turnamen yang intens seperti Piala AFF, penting bagi tim untuk menjaga kondisi fisik dan mental para pemain.

Rotasi pemain menjadi strategi kunci yang diandalkan oleh Kim Sang-sik untuk menghadapi jadwal padat ini. Dengan melakukan rotasi, dia berharap bisa menjaga kebugaran pemain dan menghindari cedera yang bisa merugikan tim dalam jangka panjang.

Sementara itu, Shin Tae-yong harus memutar otak untuk memastikan para pemainnya tetap bugar dan siap menghadapi pertandingan-pertandingan krusial di sisa kompetisi. Tantangan terbesar bagi Shin adalah menjaga keseimbangan antara menjaga kebugaran pemain dan tetap mempertahankan performa terbaik tim di setiap pertandingan.

Meski jadwal padat menjadi tantangan besar, para pelatih dan pemain harus tetap fokus dan berusaha memberikan yang terbaik bagi tim dan negara mereka. Piala AFF 2024 menjadi ajang penting bagi Indonesia dan Vietnam untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka di kancah sepak bola Asia Tenggara.

Dengan kritik dari dua pelatih berpengalaman ini, diharapkan pihak penyelenggara Piala AFF dapat mempertimbangkan penjadwalan yang lebih baik di masa mendatang, agar para pemain dapat tampil maksimal tanpa harus mengorbankan kesehatan dan keselamatan mereka.

Mantan Pesepakbola Vietnam Meninggal Mendadak, Eks Kapten Timnas Jadi Sasaran Serangan di Media Sosial

Jakarta – Kematian mendadak Tran Anh Khoa, mantan pemain sepak bola Vietnam, mengundang kontroversi setelah beredar kabar bahwa cedera parah yang diterimanya akibat tekel keras dari Que Ngoc Hai menjadi salah satu faktor yang memengaruhi kehidupannya. Tran Anh Khoa ditemukan meninggal dunia di rumahnya pada Rabu (4/12/2024), hanya sehari setelah menghadiri seremoni klub Da Nang.

Media Vietnam seperti VN Express dan Znews melaporkan bahwa tran Anh Khoa meninggal pada usia 33 tahun, meninggalkan pesan yang diduga terkait dengan bunuh diri. Kematian ini membawa kembali ingatan tentang insiden mengerikan pada 2015, ketika kaki Tran Anh Khoa hancur akibat tekel brutal dari Que Ngoc Hai, yang saat itu menyebabkan kariernya terhenti lebih cepat.

Setelah cedera tersebut, Tran Anh Khoa menerima bantuan dari klub Da Nang dan biaya pengobatan sebesar 800 juta VND dari Ngoc Hai. Namun, meski sempat berjuang untuk sembuh, kariernya sebagai pemain sepak bola berakhir di usia 24 tahun. Klub Da Nang memberikan kesempatan untuk berkarier sebagai pelatih, di mana dia berperan sebagai asisten pelatih tim junior.

Sementara itu, karier Que Ngoc Hai justru semakin cemerlang setelah hukuman enam bulan yang diterimanya akibat tekel tersebut. Dia kemudian menjadi kapten tim nasional Vietnam, membawa tim meraih kemenangan di Piala AFF 2018.

Namun, kematian Tran Anh Khoa mengundang kecaman dari netizen yang menuduh Que Ngoc Hai sebagai penyebab utama kehancuran kariernya. Para penggemar mengungkapkan kemarahan mereka melalui media sosial, menyebut bahwa tekel tersebut menghancurkan masa depan Tran Anh Khoa.

“Anda merusak kariernya, Hai, menghancurkan hidupnya dan membuatnya kehilangan kesempatan untuk mendukung keluarganya,” tulis akun @miche_Iphan. “Jangan lagi bermain kasar dengan pemain lain. Anda sudah menghancurkan banyak karier,” tulis akun @mimibabi_td.

Meski demikian, Tran Anh Khoa, dalam perjalanan karier kepelatihannya, menggunakan pengalamannya untuk mengajarkan pemain muda pentingnya fair play dan menghindari tindakan kasar di lapangan. Pada 2021, dia mengungkapkan bahwa sebagai pelatih, dia tidak ragu mengusir pemain yang melakukan tekel berbahaya dalam latihan, dan memberikan pelajaran berharga tentang konsekuensi dari tindakan tersebut.

“Penting untuk selalu berpikir tentang kesehatan dan masa depan pemain lain. Tidak ada tempat bagi kekerasan dalam sepak bola, karena konsekuensinya bisa jauh lebih besar dari yang kita bayangkan,” ujar Tran Anh Khoa dalam sebuah wawancara.

Kematian Tran Anh Khoa menjadi titik balik yang menyedihkan bagi dunia sepak bola Vietnam, sekaligus mengingatkan tentang dampak besar yang bisa ditimbulkan dari tindakan agresif di lapangan.

Runner-up Terbaik Vietnam Gagal Ke Piala Asia U-20

Pada tanggal 30 September 2024, tim nasional U-20 Vietnam mengalami kegagalan yang mengecewakan dalam upayanya untuk lolos ke Piala Asia U-20. Meskipun tampil sebagai runner-up terbaik di kualifikasi, Vietnam tidak berhasil memenuhi syarat untuk berkompetisi di turnamen bergengsi tersebut.

Vietnam menunjukkan performa yang menjanjikan selama fase kualifikasi dengan meraih beberapa kemenangan penting. Namun, hasil akhir dari pertandingan terakhir melawan tim rival memberikan dampak negatif terhadap peluang mereka. Kekalahan tersebut mengakibatkan posisi mereka di klasemen akhir tidak cukup untuk memastikan tiket ke Piala Asia.

Dalam pertandingan terakhir melawan tim U-20 Thailand, Vietnam memiliki peluang besar untuk mencetak gol, namun penyelesaian akhir yang kurang baik menjadi masalah utama. Meskipun menguasai permainan, mereka harus menerima kenyataan pahit setelah kalah 2-1. Hasil ini menyisakan rasa kecewa di kalangan penggemar dan tim, yang sebelumnya optimis akan peluang mereka.

Setelah hasil ini, pelatih Vietnam menyampaikan rasa kecewa yang mendalam namun tetap optimis mengenai masa depan tim. Ia menegaskan pentingnya memperbaiki aspek teknis dan mental pemain untuk menghadapi kompetisi mendatang. Dukungan dari federasi sepak bola dan penggemar akan sangat berperan dalam membangkitkan semangat tim.

Beberapa pemain muda Vietnam menunjukkan bakat yang luar biasa sepanjang turnamen. Meskipun gagal, pengalaman yang didapatkan selama kualifikasi diharapkan bisa menjadi pelajaran berharga untuk membangun tim yang lebih kuat di masa depan. Keberhasilan di tingkat junior tetap menjadi fokus utama, agar generasi penerus sepak bola Vietnam dapat bersaing di tingkat Asia.