Dua Penerbangan Deportasi AS Tiba di Venezuela, Termasuk Terduga Anggota Geng

Pada Senin (10/2), pemerintah Venezuela mengumumkan bahwa dua pesawat yang membawa migran asal Venezuela yang dideportasi dari AS sedang dalam perjalanan kembali ke negara tersebut. Ini merupakan penerbangan pertama sejak kesepakatan antara pemerintahan Presiden AS Donald Trump dan Presiden Venezuela Nicolas Maduro pada Januari.

Penerbangan ini, yang dioperasikan oleh maskapai Venezuela Conviasa, merupakan bagian dari rencana untuk memulangkan ribuan migran yang meninggalkan Venezuela “akibat sanksi ekonomi dan kampanye perang psikologis terhadap negara kami,” menurut pernyataan dari pemerintah Venezuela.

Pernyataan itu juga menyebutkan bahwa sebagian migran yang ada dalam penerbangan tersebut diduga terlibat dalam kegiatan ilegal dengan geng Tren de Aragua, dan mereka akan menjalani penyelidikan mendalam terkait keterlibatannya dalam kegiatan kriminal tersebut.

Utusan Trump, Richard Grenell, melakukan pertemuan dengan Maduro di Caracas pada 31 Januari. Kedua pihak membahas masalah migrasi dan sanksi, bersama beberapa isu lainnya. Grenell meninggalkan Venezuela bersama enam warga AS yang sebelumnya ditahan oleh otoritas setempat.

Pemerintahan Trump juga menekankan bahwa deportasi anggota Tren de Aragua dari AS adalah prioritas. Trump mengungkapkan setelah pertemuan tersebut bahwa Maduro sepakat untuk menerima seluruh migran ilegal asal Venezuela dan menyediakan transportasi untuk mereka kembali ke negara asal.

Pemerintah Venezuela menyatakan bahwa pada 2023 mereka telah berhasil membubarkan geng Tren de Aragua di dalam negeri. Selain itu, pemerintahan Trump juga sedang berupaya mencabut perlindungan deportasi bagi sekitar 348.000 warga Venezuela yang berada di AS. Mereka berisiko kehilangan izin kerja dan kemungkinan dideportasi pada bulan April.

Lebih dari tujuh juta migran Venezuela telah meninggalkan negara mereka dalam beberapa tahun terakhir karena kondisi ekonomi dan sosial yang semakin memburuk. Pemerintah Venezuela menyalahkan sanksi dari AS dan negara-negara lainnya sebagai penyebab utama dari krisis ini.