Hasto Kristiyanto Sampaikan Eksepsi, Bongkar Operasi Politik di Balik Dakwaan

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, siap membacakan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan terkait dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi Harun Masiku di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Penasihat hukumnya, Febri Diansyah, mengungkapkan bahwa eksepsi yang akan disampaikan terdiri dari dua dokumen, yakni eksepsi pribadi Hasto dan eksepsi dari tim penasihat hukum. Febri menyatakan bahwa eksepsi pribadi Hasto setebal 25 halaman akan mengungkap bagaimana dirinya menjadi sasaran operasi politik hingga akhirnya duduk di kursi terdakwa. Sementara itu, eksepsi tim hukum yang mencapai 130 halaman akan disampaikan secara bergantian oleh para penasihat hukum dalam persidangan.

Febri menegaskan bahwa meskipun materi eksepsi mengkritisi banyak aspek dakwaan, tim hukum tetap menghormati tugas Jaksa Penuntut Umum KPK serta menjunjung tinggi independensi Majelis Hakim. Pihaknya berharap sidang ini berjalan adil dan bebas dari intervensi. Sementara itu, anggota kuasa hukum lainnya, Maqdir Ismail, menyatakan bahwa eksepsi ini bukan sekadar pembelaan individu, melainkan bentuk perlawanan hukum oleh PDI Perjuangan terhadap segala bentuk pembungkaman demokrasi dengan dalih pemberantasan korupsi. Dalam eksepsi, tim hukum akan menyoroti berbagai pelanggaran prosedural yang dilakukan oleh penyidik KPK, mulai dari tidak sahnya penyidikan hingga penerapan pasal obstruction of justice yang dinilai kabur.

Dalam kasus ini, Hasto didakwa menghalangi penyidikan dengan memerintahkan penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam ponsel Harun Masiku setelah operasi tangkap tangan KPK terhadap Anggota KPU Wahyu Setiawan. Tak hanya itu, ia juga diduga meminta ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponselnya sebagai langkah antisipasi terhadap penyitaan. Selain dugaan perintangan penyidikan, Hasto juga didakwa bersama beberapa pihak lainnya memberikan suap senilai 57.350 dolar Singapura atau sekitar Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan guna memuluskan langkah Harun Masiku dalam pergantian antarwaktu DPR dari Dapil Sumatera Selatan I. Dengan dakwaan tersebut, Hasto berpotensi dijerat Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 serta beberapa pasal dalam KUHP.

ICW dan MAKI Kritik KPK Setelah Penemuan Mobil Harun Masiku

Jakarta – Mobil Toyota Camry dengan nomor registrasi B 8351 WB ditemukan terparkir di Thamrin Residence, Jakarta Pusat, setelah bertahun-tahun tidak bergerak. Mobil ini milik Harun Masiku, seorang buronan KPK terkait kasus suap dalam pergantian antarwaktu anggota DPR RI.

“Di dalam mobil tersebut terdapat dokumen terkait Harun Masiku,” kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, saat memberikan keterangan di Bogor, Jawa Barat.

Harun Masiku telah masuk daftar pencarian orang (DPO) KPK sejak 20 Januari 2020 dan hingga kini belum tertangkap. Kasus ini melibatkan empat orang sebagai tersangka, termasuk Harun Masiku.

Penemuan mobil tersebut memicu kritik dari berbagai pengamat anti-korupsi terhadap KPK. Berikut adalah beberapa kritik yang disampaikan:

1. Komentar Mantan Penyidik KPK 

Yudi Purnomo Harahap, mantan penyidik KPK, menyatakan bahwa penemuan mobil ini tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap usaha penangkapan Harun Masiku. Ia menilai bahwa penemuan mobil yang sudah lama tidak digunakan mungkin tidak akan mempercepat proses penangkapan.
“KPK harus berani menaikkan status kasus dan menetapkan tersangka bagi mereka yang menghalangi proses penyidikan,” tambah Yudi.

2. Pandangan dari MAKI 

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) berpendapat bahwa KPK tampak tidak serius setelah mengungkap penemuan mobil Harun Masiku. Menurut MAKI, penemuan ini adalah isu lama yang kini hanya dipublikasikan kembali oleh KPK. “Masalah mobil ini sebenarnya sudah lama diketahui, termasuk lokasi parkirnya. Penemuan ini sepertinya hanya upaya untuk menciptakan berita,” ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman. “KPK seolah-olah hanya mencari perhatian tanpa kemajuan nyata.” Boyamin juga mengkritik KPK karena dianggap tidak serius dalam usaha penangkapan Harun Masiku dan menyebut pengumuman ini sebagai upaya untuk menutupi kurangnya kemajuan dalam kasus tersebut.

3. Tanggapan dari ICW

Indonesia Corruption Watch (ICW) berpendapat bahwa lamanya penanganan kasus Harun Masiku bukan disebabkan oleh keterampilan Harun dalam melarikan diri, tetapi karena KPK sepertinya tidak ingin menangkapnya.

“Kami semakin yakin bahwa masalah dalam penanganan kasus Harun Masiku adalah karena KPK tampaknya sengaja menghindari penangkapan. Empat tahun pencarian adalah waktu yang sangat lama,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.

Kurnia mengusulkan agar pimpinan KPK dan Dewan Pengawas melakukan audit mendalam terhadap jajaran Deputi Penindakan untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang ada. Ia juga meminta KPK untuk menyelidiki kemungkinan keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus suap dan pelarian Harun Masiku.