Trump Terapkan Tarif Ketat bagi Negara Pengimpor Minyak Venezuela

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada Senin (24/3) menandatangani perintah eksekutif yang memberlakukan tarif bagi negara-negara yang membeli minyak dari Venezuela. Kebijakan ini mulai berlaku pada 2 April dan mengatur bahwa setiap barang yang diimpor ke AS dari negara yang bertransaksi dengan Venezuela, baik langsung maupun melalui pihak ketiga, akan dikenakan tarif sebesar 25 persen.

Dalam perintah eksekutifnya, Trump menegaskan bahwa kebijakan dan tindakan pemerintah Venezuela di bawah kepemimpinan Nicolas Maduro tetap menjadi ancaman besar bagi keamanan nasional serta kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Pada hari yang sama, Trump juga mengumumkan bahwa pemerintahannya akan menerapkan tarif sekunder terhadap Venezuela, dengan alasan bahwa negara tersebut diam-diam mengirim puluhan ribu anggota geng ke wilayah AS.

Menteri Luar Negeri Marco Rubio memperjelas bahwa AS tidak akan mentoleransi keterlibatan negara lain atau perusahaan minyak mereka dalam eksploitasi sumber daya minyak Venezuela. Menurut Rubio, pemerintahan Maduro telah secara sistematis mencurangi pemilu, merampas hak rakyatnya, serta bersekongkol dengan negara-negara yang dianggap sebagai musuh Amerika Serikat. Ia menegaskan bahwa setiap negara yang mengizinkan perusahaan mereka untuk memproduksi, mengekstraksi, atau mengekspor minyak dari Venezuela akan dikenakan tarif baru, sementara perusahaan yang terlibat akan menghadapi sanksi berat. Pernyataan tersebut ia sampaikan melalui platform media sosial X sebagai peringatan bagi negara-negara yang masih menjalin kerja sama dengan Venezuela dalam sektor minyak.

Lebanon Desak Tekanan Internasional untuk Hentikan Serangan Israel

Menteri Luar Negeri Lebanon, Youssef Rajji, melakukan serangkaian komunikasi dengan sejumlah pejabat Arab dan internasional pada Sabtu guna meminta tekanan global terhadap Israel agar menghentikan serangannya ke Lebanon. Dalam upaya diplomatik ini, Rajji berbicara dengan Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty, Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi, Menteri Prancis Jean-Noel Barrot, serta pejabat AS, termasuk Wakil Utusan Khusus untuk Perdamaian Timur Tengah, Morgan Ortagus, dan Natasha Franceschi dari Biro Urusan Timur Dekat.

Menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri Lebanon, komunikasi ini dilakukan atas koordinasi dengan Presiden Joseph Aoun dan Perdana Menteri Nawaf Salam untuk meredakan ketegangan di perbatasan selatan. Rajji mendesak para pejabat tersebut agar menekan Israel agar segera menghentikan agresi dan tidak memperburuk situasi yang semakin berbahaya.

Serangan terbaru terjadi setelah Israel melaporkan bahwa permukiman Metula menjadi sasaran roket dari Lebanon. Sebagai balasan, Israel melancarkan serangan udara ke beberapa kota dan desa di wilayah selatan Lebanon. Serangan ini merupakan yang pertama sejak gencatan senjata antara kedua negara mulai berlaku hampir empat bulan lalu. Hingga kini, belum ada kelompok yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan ke Metula.

Sejak gencatan senjata diberlakukan pada November, Lebanon mencatat lebih dari 1.100 pelanggaran oleh Israel, termasuk serangan yang menewaskan setidaknya 85 orang dan melukai lebih dari 280 lainnya. Berdasarkan kesepakatan, Israel seharusnya menarik pasukannya dari Lebanon selatan pada 26 Januari, tetapi batas waktu diperpanjang hingga 18 Februari setelah Israel menolak mematuhi perjanjian. Hingga kini, Israel masih mempertahankan keberadaannya di lima pos perbatasan, memicu ketegangan yang berkelanjutan.