PKB Sebut Tingginya Angka Golput di Pilkada DKI karena Kandidat Kurang Menarik

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2024 mencatat angka golongan putih (golput) yang cukup tinggi, mencapai 42%. Hal ini memicu perhatian berbagai pihak, termasuk Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang menilai bahwa rendahnya minat terhadap kandidat menjadi salah satu penyebab utama.

Penurunan Partisipasi Pemilih

Lembaga survei Charta Politika mencatat penurunan partisipasi pemilih dalam Pilkada DKI Jakarta tahun ini, yang hanya mencapai 58%. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan Pilkada DKI Jakarta 2017, di mana partisipasi pemilih mencapai lebih dari 70%.

Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid, menyatakan bahwa masyarakat DKI Jakarta yang dikenal sebagai kelompok terpelajar cenderung tidak tertarik dengan kandidat yang tersedia.

“Warga DKI itu mayoritas terpelajar. Karena itu, angka golput tinggi ketika kandidat yang ada tidak diminati,” ujar Jazilul dalam sebuah pernyataan video, Sabtu.

Kandidat Dinilai Tidak Alami

Jazilul menilai bahwa rendahnya minat terhadap kandidat yang maju dalam Pilkada tahun ini disebabkan oleh proses seleksi yang dianggap kurang alami. Para calon, menurutnya, cenderung maju melalui berbagai tahapan saringan formal maupun informal yang membuat mereka kurang menarik di mata warga.

“Proses pencalonan yang seperti ini membuat pilihan bagi warga DKI terasa tidak menarik,” tambahnya.

Tiga Pasangan Calon yang Bertarung

Pilkada DKI Jakarta 2024 menghadirkan tiga pasangan calon untuk memperebutkan kursi gubernur dan wakil gubernur:

  1. Pramono Anung – Rano Karno
  2. Ridwan Kamil – Suswono
  3. Dharma Pongrekun – Kun Wardana

Evaluasi KPU DKI Jakarta

Ketua KPU DKI Jakarta, Wahyu Dinata, mengungkapkan bahwa tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada cenderung lebih rendah dibandingkan Pilpres atau Pileg. Hal ini terlihat dari pengamatan di sejumlah TPS, di mana alur pemilih tidak seramai saat pemilu nasional.

“Kami sedang mengevaluasi untuk mengetahui penyebab pasti dari rendahnya partisipasi. Bisa jadi karena kurang efektifnya program sosialisasi atau kondisi tertentu di masyarakat,” kata Wahyu dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (28/11).

KPU juga menemukan pola serupa di beberapa provinsi lain, di mana tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada relatif rendah. Evaluasi ini diharapkan dapat memberikan solusi untuk meningkatkan partisipasi pada masa mendatang.

Pentingnya Sosialisasi dan Keterlibatan Masyarakat

Rendahnya partisipasi pemilih menjadi pengingat pentingnya upaya sosialisasi yang lebih efektif untuk menarik perhatian masyarakat terhadap Pilkada. Selain itu, proses seleksi kandidat yang lebih inklusif dan transparan juga dinilai dapat meningkatkan minat masyarakat dalam menggunakan hak pilih mereka.