Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengundang para pemimpin Eropa pada Senin (17/2) untuk membahas upaya Amerika Serikat dalam mendorong negosiasi perdamaian antara Rusia dan Ukraina. Namun, perundingan ini tampaknya akan berlangsung tanpa kehadiran pejabat Eropa.
Sejumlah pemimpin dari Inggris, Jerman, Italia, Polandia, Spanyol, Belanda, dan Denmark, serta Sekjen NATO Mark Rutte, Presiden Dewan Eropa Antonio Costa, dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mulai berdatangan di Paris untuk menghadiri pertemuan mendadak tersebut.
Diskusi ini diadakan menyusul pembicaraan telepon pekan lalu antara Presiden AS, Donald Trump, dan Presiden Rusia, Vladimir Putin. Dalam percakapan itu, kedua pemimpin sepakat untuk segera memulai perundingan guna mengakhiri konflik tiga tahun antara Rusia dan Ukraina. Namun, setidaknya pada tahap awal, negosiasi ini tidak melibatkan pemimpin Ukraina maupun Eropa.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, berada di Arab Saudi untuk bertemu dengan pejabat Rusia pada Selasa guna membahas konflik tersebut. Dalam pertemuan ini, Rubio didampingi oleh penasihat keamanan nasional Trump, Mike Waltz, serta utusan Timur Tengah AS, Steve Witkoff.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, menyebut diskusi di Riyadh sebagai “kelanjutan” dari pembicaraan telepon antara Trump dan Putin. Namun, ia menegaskan bahwa pertemuan ini tidak dimaksudkan untuk menyepakati rincian atau langkah konkret menuju negosiasi lebih lanjut.
Hingga saat ini, tampaknya tidak ada perwakilan dari Ukraina yang akan bergabung dalam pembicaraan tersebut. Padahal, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, telah berulang kali menegaskan bahwa negaranya tidak akan menerima kesepakatan yang dibuat tanpa partisipasi langsung dari Ukraina sendiri. Ia menegaskan bahwa setiap keputusan mengenai masa depan negaranya harus melibatkan pemerintah Ukraina.
Saat ini, Rusia menguasai sekitar 20% wilayah Ukraina yang diakui secara internasional, termasuk Semenanjung Krimea yang dianeksasi pada 2014 serta sebagian besar wilayah timur Ukraina.
Setibanya di Paris, Ursula von der Leyen membagikan pernyataan di media sosial X yang berbunyi, “Keamanan Eropa berada di titik krusial. Ini bukan hanya tentang Ukraina, tetapi juga tentang kita semua. Kita membutuhkan langkah yang lebih cepat dalam pertahanan. Dan kita harus bertindak sekarang.”
Para pemimpin Eropa semakin khawatir bahwa Trump, jika kembali berkuasa, dapat menarik pasukan AS dari Eropa atau menegosiasikan penyelesaian perang yang lebih menguntungkan Rusia dibandingkan Ukraina. Selama masa pemerintahan Presiden Joe Biden, Amerika Serikat bersama sekutunya telah menunjukkan dukungan penuh terhadap Ukraina dengan memberikan bantuan senjata bernilai miliaran dolar.