Langkah Tegas Komdigi: Tangani Jutaan Konten Negatif dengan Dukungan Masyarakat

Kementerian Komunikasi dan Digital melaporkan bahwa sebanyak 1.352.401 konten negatif, termasuk pornografi dan perjudian daring, telah berhasil ditindak dalam periode 20 Oktober 2024 hingga 8 Maret 2025. Keberhasilan ini tidak lepas dari peran aktif masyarakat yang melaporkan konten bermasalah melalui platform aduankonten.id.

Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komdigi, Alexander Sabar, menegaskan bahwa partisipasi publik sangat krusial dalam mempercepat proses penanganan konten ilegal. Ia mengapresiasi kesadaran masyarakat yang semakin tinggi dalam menjaga ekosistem digital agar tetap aman dan sehat. Menurutnya, setiap laporan yang masuk membantu pemerintah dalam bertindak lebih cepat dan efektif.

Dari total konten yang telah ditindak, 233.552 di antaranya terkait pornografi, dengan mayoritas berasal dari situs web sebanyak 219.578 kasus, sementara platform X (Twitter) menyumbang 10.173 kasus. Adapun dari 1.118.849 konten perjudian daring yang ditangani, sumber utama berasal dari situs dan alamat IP dengan 1.017.274 kasus, diikuti oleh platform Meta (Facebook/Instagram) dengan 46.207 kasus.

Meski jumlah penindakan cukup besar, penyebaran konten negatif masih terus berlangsung. Pada awal Maret 2025 saja, lebih dari 58.000 konten bermasalah telah ditindak. Untuk mempercepat deteksi dan penanganan, Kementerian Komdigi berencana memperkuat sistem pemantauan berbasis kecerdasan buatan (AI) serta meningkatkan koordinasi dengan berbagai platform digital global agar proses penindakan semakin efisien.

Kementerian Komdigi mengajak seluruh masyarakat untuk terus berperan aktif dalam melaporkan konten negatif melalui aduankonten.id. Setiap laporan yang masuk memberikan kontribusi besar dalam menciptakan ruang digital yang lebih aman dan positif bagi semua.

Bawaslu RI Tingkatkan Kapabilitas SDM untuk Pengawasan Pilkada dan Keamanan Siber

Jakarta – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia sedang memperkuat keterampilan sumber daya manusia (SDM) untuk mengawasi Pilkada Serentak 2024 dan melindungi keamanan siber, demi memastikan proses pemilihan berlangsung dengan demokratis.

Anggota Bawaslu RI, Puadi, menjelaskan bahwa lembaganya telah menjalin kerjasama dengan berbagai pihak untuk menangani potensi masalah seperti kampanye negatif, berita palsu, dan ujaran kebencian yang mungkin muncul selama pilkada. “Kami sudah berkoordinasi dengan banyak pihak untuk meminimalisir dampak kampanye hitam dan hoaks selama periode pemilihan,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.

Puadi menambahkan bahwa pihaknya fokus pada peningkatan keterampilan SDM, terutama bagi operator yang bertanggung jawab dalam keamanan siber. Langkah ini bertujuan untuk memastikan perlindungan yang maksimal di ruang digital.

Mengingat pentingnya dunia maya sebagai arena interaksi, Bawaslu berusaha memperketat pengawasan untuk memastikan bahwa proses demokrasi berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. “Kampanye negatif dan berita palsu adalah isu utama yang kami perhatikan untuk menjaga integritas pemilihan di setiap daerah,” katanya.

Selain itu, Bawaslu juga menguatkan sistem internal melalui tim keamanan siber yang dikenal sebagai Computer Security Incident Response Team (CSIRT). Tim ini berfungsi untuk melindungi dan memantau aktivitas kampanye di dunia maya dengan lebih efektif.

“CSIRT berperan penting tidak hanya sebagai sistem perlindungan tetapi juga dalam memastikan bahwa kegiatan kampanye online diawasi dengan seksama,” tambah Puadi.

Saat ini, Pilkada Serentak 2024 berada dalam tahap verifikasi syarat administrasi untuk pasangan calon. Setelah seluruh persyaratan dinyatakan lengkap, akan dilaksanakan rapat pleno untuk penetapan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Pilkada Serentak 2024 akan berlangsung di 545 wilayah di seluruh Indonesia, mencakup 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. Event ini merupakan salah satu momen politik terbesar di Indonesia yang terjadi setiap lima tahun sekali.

Evaluasi Pembentukan Angkatan Siber: Mempertimbangkan Kebutuhan dan Tantangan Pertahanan Digital Indonesia

Jakarta – Gagasan mengenai pembentukan Angkatan Siber sebagai matra baru dalam struktur Tentara Nasional Indonesia (TNI) semakin sering diperbincangkan. Usulan ini muncul seiring dengan meningkatnya ancaman siber yang menjadi bagian penting dari strategi pertahanan negara. Namun, ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab mengenai seberapa mendesak dan siapnya Indonesia untuk mengimplementasikan ide ini.

Peran Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)

Saat ini, Indonesia telah memiliki Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), yang bertugas menangani kebijakan keamanan siber secara luas, mencakup sektor sipil dan swasta. Tugas utama BSSN adalah mengidentifikasi dan mengatasi ancaman siber yang dapat mempengaruhi berbagai sektor. Namun, kehadiran Angkatan Siber TNI diharapkan dapat menambah dimensi pertahanan siber yang lebih spesifik, baik dari sisi ofensif maupun defensif, dengan kendali langsung dari TNI.

Pertimbangan Anggaran dan Investasi

Pembentukan Angkatan Siber akan membawa implikasi besar terkait anggaran. Investasi diperlukan untuk membangun infrastruktur yang memadai, merekrut dan melatih personel, serta untuk operasional. Walaupun biaya ini tidak sedikit, hal tersebut dianggap sebagai langkah strategis untuk menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks.

Ancaman Siber dan Konsep Peperangan Generasi Kelima

Ancaman siber sering kali dihubungkan dengan Peperangan Generasi Kelima (5GW), yang menekankan pada perang informasi dan ruang maya, bukan hanya pertempuran fisik. Serangan siber dapat menghancurkan infrastruktur penting, merusak sistem komunikasi, dan mengganggu jaringan komando tanpa memerlukan kontak langsung. Oleh karena itu, membangun kapasitas pertahanan siber yang kuat dan efektif menjadi hal yang sangat penting.

Pertimbangan Realistis

Mendirikan Angkatan Siber memerlukan waktu dan sumber daya yang besar, termasuk investasi dalam teknologi canggih serta pelatihan personel dengan keahlian khusus. Proses ini mungkin memakan waktu hingga dua dekade, tergantung pada alokasi anggaran, kebijakan pemerintah, dan dukungan yang tersedia. Sebagai alternatif, langkah awal yang lebih praktis adalah memperkuat unit siber yang sudah ada, seperti Pusat Pertahanan Siber (Pussiber) TNI, serta meningkatkan koordinasi dengan BSSN dan lembaga terkait lainnya.

Langkah Bertahap dan Dukungan Politik

Selama menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Presiden Terpilih Prabowo Subianto menekankan pentingnya modernisasi alutsista dan penguatan sektor pertahanan, termasuk pertahanan siber. Pembentukan Angkatan Siber TNI bisa dilihat sebagai upaya untuk mencapai kemandirian dalam pertahanan dan mengurangi ketergantungan pada teknologi asing. Namun, untuk merealisasikan hal ini, dibutuhkan dukungan finansial, koordinasi yang baik antara instansi, dan backing politik yang solid dari DPR serta stakeholder terkait.

Kesimpulan

Konsep pembentukan TNI Angkatan Siber adalah langkah yang signifikan dalam menghadapi tantangan pertahanan digital yang semakin kompleks. Melalui perencanaan yang matang dan kolaborasi lintas sektor yang kuat, penguatan unit siber yang ada bisa menjadi langkah awal yang bijak. Hal ini akan mempersiapkan fondasi yang kuat untuk pengembangan matra siber di masa depan.