Elon Musk Dukung AS Keluar dari PBB dan NATO, Sejalan dengan Kebijakan Trump

Miliarder Amerika Serikat, Elon Musk, yang juga menjadi salah satu pendukung utama kampanye Presiden Donald Trump dalam pemilu 2024, menyatakan persetujuannya terhadap gagasan agar Amerika Serikat menarik diri dari keanggotaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Pernyataan ini muncul setelah Senator Partai Republik, Mike Lee, menyerukan agar Washington keluar dari NATO melalui unggahan di platform X pada Sabtu (1/3). Musk pun menanggapi unggahan serupa dari komentator politik Gunther Eagleman dengan singkat, “Saya sepakat.”

Sebelumnya, pada akhir Februari, Partai Republik di Senat AS mengajukan rancangan undang-undang yang bertujuan agar AS sepenuhnya keluar dari PBB. RUU tersebut juga mengusulkan penghentian pendanaan AS untuk organisasi internasional itu serta melarang keterlibatan Washington dalam misi penjaga perdamaian PBB.

Dukungan Musk terhadap gagasan ini sejalan dengan kebijakan Trump yang telah lama mengkritik NATO dan organisasi internasional lainnya. Segera setelah dilantik pada 20 Januari 2025, Trump menandatangani perintah eksekutif yang menginstruksikan penarikan AS dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dengan alasan kebijakan pendanaan yang dianggap tidak adil. Trump juga secara terbuka menekan negara-negara Eropa untuk meningkatkan kontribusi pertahanan NATO hingga lima persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) masing-masing.

Di sisi lain, pengusaha sekaligus podcaster asal AS, Patrick Bet-David, mengatakan bahwa Trump bukanlah pendukung kerja sama dalam NATO, sehingga kebijakan-kebijakan yang diambilnya menunjukkan ketidakpeduliannya terhadap sekutu Eropa. Sikap skeptis terhadap NATO dan PBB ini semakin memperkuat anggapan bahwa Trump, bersama para pendukungnya, ingin mengarahkan AS ke kebijakan luar negeri yang lebih independen.

Zelenskyy Tiba di Inggris Usai Ketegangan dengan Trump di Gedung Putih

Pesawat yang membawa Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mendarat di Bandara Stansted, Inggris, pada Sabtu (1/3). Kedatangannya berlangsung setelah konfrontasi tajam dengan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih sehari sebelumnya, yang menjadi sorotan media internasional.

Zelenskyy dijadwalkan bertemu dengan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer di Downing Street pada Sabtu sore. Keesokan harinya, Starmer akan menggelar pertemuan dengan para pemimpin Eropa untuk membahas strategi pengawasan terhadap potensi perjanjian damai di Ukraina. Starmer menegaskan bahwa keterlibatan AS dalam kesepakatan ini sangat penting. Namun, ketegangan yang terjadi antara Trump dan Zelenskyy menimbulkan ketidakpastian terkait kerja sama transatlantik dalam menyusun langkah ke depan bagi Ukraina.

Konflik antara Trump dan Zelenskyy mencuat dalam sebuah perdebatan selama 10 menit di Gedung Putih yang berlangsung dengan nada tidak diplomatis. Zelenskyy berusaha membela kebijakannya dalam menghadapi invasi Rusia yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun. Perselisihan ini menyebabkan batalnya konferensi pers serta penandatanganan perjanjian strategis terkait mineral yang sebelumnya direncanakan.

Dalam pernyataannya pada Sabtu, Starmer mengonfirmasi bahwa pertemuan tingkat tinggi akan digelar di London pada Minggu. Salah satu tokoh yang diperkirakan hadir adalah Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan. Ia akan menyampaikan pandangannya mengenai perang Rusia-Ukraina, termasuk upaya negosiasi terbaru yang diusulkan Trump.

Fidan juga akan membahas peran Turki dalam mendukung penyelesaian damai yang adil serta menegaskan komitmen terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina. Selain itu, ia diharapkan menegaskan kesiapan Ankara untuk kembali menjadi mediator dalam perundingan antara Rusia dan Ukraina, seperti yang pernah dilakukan pada Maret 2022.

Trump Tantang Inggris Hadapi Rusia, Starmer Tanggapi dengan Senyuman

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menanyakan kepada Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, apakah negaranya mampu menghadapi Rusia tanpa bantuan dari pihak lain. Pertanyaan itu disampaikan saat pertemuan mereka di Gedung Putih pada Kamis (27/2). Sebelum pertemuan tertutup berlangsung, Trump menyatakan keyakinannya bahwa Inggris dapat menjaga diri dengan baik tanpa perlu banyak bantuan. Ia juga menegaskan bahwa jika Inggris memang membutuhkannya, Amerika Serikat akan selalu siap mendukung.

Menanggapi pernyataan tersebut, Starmer menyatakan rasa bangganya terhadap negaranya dan menyoroti eratnya hubungan antara Inggris dan Amerika Serikat. Ia menggambarkan kerja sama kedua negara sebagai aliansi terbesar di dunia dan menegaskan bahwa mereka selalu saling mendukung. Saat Trump kembali bertanya apakah Inggris benar-benar bisa menghadapi Rusia sendiri, Starmer hanya tersenyum dan menggelengkan kepala sambil menjawab singkat, “Benar…”

Pertemuan ini berlangsung di tengah upaya Amerika Serikat untuk mencapai kesepakatan strategis dengan Ukraina, yang berpotensi membuka jalan bagi berakhirnya konflik di negara tersebut. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, dijadwalkan tiba di Washington pada Jumat untuk menandatangani perjanjian yang menurut Trump sangat besar, termasuk kerja sama dalam bidang logam tanah jarang.

Dalam konferensi persnya, Starmer menegaskan bahwa Inggris berkomitmen mendukung upaya perdamaian yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Ia juga menekankan bahwa kesepakatan yang dicapai harus dihormati dan dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat.

Kanada Perkuat Aliansi Intelijen Eropa di Tengah Ketegangan dengan AS

Kanada berencana memperdalam kerja sama intelijen dengan negara-negara Eropa seiring meningkatnya ketegangan dengan Amerika Serikat terkait berbagai isu global, termasuk konflik di Ukraina. Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Melanie Joly, seperti dilaporkan oleh Canada Press pada Selasa, 25 Februari 2025. Joly menegaskan bahwa Kanada perlu memahami dinamika global secara lebih baik demi melindungi kepentingan nasionalnya.

Menurutnya, membangun aliansi keamanan yang solid dengan Inggris dan negara-negara Eropa lainnya menjadi semakin krusial di tengah situasi dunia yang terus berubah. Ia juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap sikap AS yang berbeda pandangan dengan para sekutunya, terutama setelah Washington memberikan suara menentang resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai Ukraina.

Joly menambahkan bahwa Kanada terus berkomunikasi dengan Inggris, Australia, dan mitra-mitra Eropa lainnya terkait kerja sama intelijen. Selain itu, Kanada juga ingin menjaga hubungan dengan negara-negara yang memiliki sudut pandang berbeda, seperti Afrika Selatan, India, dan Arab Saudi, guna memastikan stabilitas hubungan diplomatiknya.

Sementara itu, di hari yang sama, Financial Times (FT) melaporkan bahwa penasihat senior AS, Peter Navarro, menyebut Kanada berisiko dikeluarkan dari aliansi berbagi intelijen Five Eyes. Langkah tersebut dikabarkan sebagai bagian dari strategi Presiden Donald Trump untuk lebih mengendalikan Kanada. Namun, Navarro membantah laporan FT, menuduh media kerap menyampaikan berita tanpa sumber yang jelas. Ia juga menegaskan bahwa keamanan nasional AS tetap menjadi prioritas utama yang tidak akan dikompromikan.